475 ㅡ Punah.

Di perempatan jalan, aku teringat kisah bertajuk belum punah.

Berputar lagi sandiwara masa lampau bagaikan belum terlupa.

Salam hangat,

Senjakala.

474 ㅡ Sedekat.

Kita pernah sejauh mentari, sedekat nadi; isyaratkan cinta sejati.

Kini semua berbeda, kamu dan aku tidak lagi aminkan satu hati.

Salam hangat,

Senjakala.

473 ㅡ Sejauh.

Kamu tahu, aku dan semesta berseteru melulu; berada sejauh-jauhnya.

Siapa sangka malah bawakan petaka kehadiranmu dengan sejuta cinta?

Salam hangat,

Senjakala.

472 ㅡ Tumbuh.

Kamu datang dengan cinta yang tumbuh seiring berjalannya waktu.

Aku layangkan sebuah tanya perihal kesetiaanmu genggam hatiku.

Salam hangat,

Senjakala.

471 ㅡ Matamu.

Di matamu ada pelangi; katamu dengan nada selembut sutra.

Terima kasih sudah hadir di sini; kataku dengan penuh cinta.

Salam hangat,

Senjakala.

470 ㅡ Bicara.

Pada tiap-tiap kata yang terangkai menjadi kalimat, aku ingin bicara.

Pada nada-nada cinta yang terlantun menjadi lagu, aku ingin kamu.

Salam hangat,

Senjakala.

469 ㅡ Untukmu.

Untukmu, yang masih saja merindu di saat bisa melepaskan semua.

Jangan ada penyesalan dalam hidup, sebab kamu pantas bahagia.

Salam hangat,

Senjakala.

468 ㅡ Terbentur.

Terbentur, terbentur, dan terbenturlah lebih dahulu; kata semesta.

Supaya kelak bisa benar-benar rasakan bahagia yang seutuhnya.

Salam hangat,

Senjakala.

467 ㅡ Diinjak.

Pada kesempatan kali ini, aku sediakan waktuku untuk berhenti sejenak.

Iya, agar aku tidak lagi jadi bahan guyonan semesta untuk diinjak-injak.

Salam hangat,

Senjakala.

466 ㅡ Abadi.

Pada sederet luka yang setia abadi, terima kasih.

Karenamu aku belajar untuk mencintai lebih lagi.

Salam hangat,

Senjakala.

465 ㅡ Sementara.

Mencintaiku tidak sulit, jikalau kamu bersedia buka hatimu.

Aku hanya butuh kasih yang sederhana, tanpa sementara.

Salam hangat,

Senjakala.

464 ㅡ Senar.

Ada sejumlah senar yang tidak pernah mampu jariku petik.

Oleh karena kamu buat aku acapkali tidak pantas berkutik.

Salam hangat,

Senjakala.

463 ㅡ Belenggu.

Barangkali aku memang terjebak banyak belenggu fana.

Tentang kamu dan semestaku yang tidak pernah sama.

Salam hangat,

Senjakala.

462 ㅡ Tiga.

Pukul tiga, jangan ajak aku bernostalgia lagi.

Semua yang hadir saat petrikor sudah usai.

Salam hangat,

Senjakala.

461 ㅡ Tertatih.

Teruntuk kamu, yang barangkali rasakan lelah dan ingin berhenti.

Tenanglah, ada aku yang bersedia jaga kamu agar tidak tertatih.

Salam hangat,

Senjakala.

460 ㅡ Tinggi.

Adakalanya aku pikir; semua asaku terlalu tinggi.

Kendati demikian, aku yakin tetap bisa kunikmati.

Salam hangat,

Senjakala.

459 ㅡ Tanda.

Tanda kasihku padamu berupa untaian aksara dari hati.

Apa kini kamu bisa temukan seluruh arti yang berarti?

Salam hangat,

Senjakala.

458 ㅡ Terbaca.

Di dalam sering terluka, sebab melulu dipermainkan semesta.

Di luar tidak terbaca, sebab percaya setelahnya bisa bahagia.

Salam hangat,

Senjakala.

457 ㅡ Senyum.

Berawal dari senyum, cinta jatuh di tempat yang semestinya.

Pada senyum itu, aku titipkan sejuta kasih membahagiakan.

Salam hangat,

Senjakala.

456 ㅡ Ada.

Di luar sana, ada bahagia untuk yang pantang menyerah.

Di dalam sini, ada yang mendamba sosok tanpa karena.

Salam hangat,

Senjakala.

455 ㅡ Salah.

Kamu tahu, selama ini tiada cinta yang benar.

Barangkali kisah yang aku mulai sering salah.

Salam hangat,

Senjakala.

454 ㅡ Mengadu.

Pada siapa lagi aku harus mengadu?

Awan dan ombak hanya sibuk beradu.

Salam hangat,

Senjakala.

453 ㅡ Satu.

Bahagia usai air mata, kata mereka.

Pada satu cinta, aku selalu berdoa.

Salam hangat,

Senjakala.

452 ㅡ Sore.

Sore ini tidak seperti biasanya;

banyak burung berkicau suka,

bagai semesta punya rencana,

dan aku yang terus menduga.

Salam hangat,

Senjakala.

451 ㅡ Langit.

Langit, bisakah kamu menangis sejenak saja?

Aku ingin lepaskan beban, jatuhkan air mata.

Langit, bisakah saat ini kamu lupakan aku?

Barangkali kamu mau peluk aku yang rapuh.

Salam hangat,

Senjakala.

450 ㅡ Sederhana.

Semesta bagai melulu beri teka-teki;

yang mana acapkali buat sulit berdiri.

Sesungguhnya hanya ingin dicinta;

dengan sederhana dan punya arah.

Salam hangat,

Senjakala.

449 ㅡ Rumit.

Seharusnya cinta dan patah tidak serumit ini.

Apakah benar seharusnya tidak begini?

Nyatanya, entahlah; adalah jawabanku.

Masih berupaya percaya cinta itu sederhana.

Salam hangat,

Senjakala.

448 ㅡ Kangen.

Setiap surat kurasa punya cerita masing-masing.

Bagaimana menurutmu soal itu, pujangga asing?

Di kalimat terakhir, aku sisipkan sesuatu; hampir.

Nyaris aku ungkap kangen yang tiba-tiba hadir.

Salam hangat,

Senjakala.

447 ㅡ Biru.

Aku;

selintas benang pada layangan,

secorak warna biru pada awan,

semestamu yang buat nyaman.

Salam hangat,

Senjakala.

446 ㅡ Terang.

Kamu;

serupa terang pada langit abu-abu,

selaras senja yang teramat teduh,

sejemang aku hanyut dan rapuh.

Salam hangat,

Senjakala.

445 ㅡ Suka.

Garis waktu cepatlah gaungkan semua,

bahwa ada yang barangkali sudah suka.

Salam hangat,

Senjakala.