Selasa, November 30, 2021

444 ㅡ Lara.

Terbiasa pura-pura tertawa, padahal berselimut nelangsa.
Adakah di luar sana yang mampu temukan segenap lara?

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, November 29, 2021

443 ㅡ Pecah.

Tak perlu khawatir, 
apalagi ketar-ketir.

Hati ini tidak terluka,
hanya sedikit pecah.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, November 28, 2021

442 ㅡ Bersenyawa.

Tiada pernah punya harap bisa sempurna,
sebab betul hanya kehendaki satu cinta.

Hanya seorang hawa yang harap bersenyawa,
dengan pujangga yang bisa buat hati bahagia.

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, November 27, 2021

440 ㅡ Menyesal.

... dan pada kenyataan, aku tiada sesal aku punya;
untuk semua luka yang belum sembuh sendirinya,
untuk segenap cinta yang sayapnya selalu patah.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, November 26, 2021

441 ㅡ Pamrih.

Dengan sisa hati yang aku miliki,
tidak akan pernah aku pamrih.

Dengan cinta yang penuh,
aku akan mencinta utuh.

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, November 25, 2021

439 ㅡ Abu-abu.

... dan pada langit abu-abu, aku lantunkan lagu;
jangan hadir untuk pamerkan kamu meragu,
jangan mampir untuk sekadar buang waktu.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, November 24, 2021

438 ㅡ Sesaat.

... dan sesaat kuhitung bintang-bintang itu;
rasakan dalamnya langitku yang merindu,
pada tatap muka yang juga belum punyaku.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, November 23, 2021

437 ㅡ Terlanjur.

... dan semua sudah terlanjur;
aku perlu benar berkata jujur,
pada cinta yang kuharap mujur.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, November 22, 2021

436 ㅡ Terkabul.

... dan katanya, ada yang harapannya terkabul;
aku berdoa supaya bukan aku yang kena kibul.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, November 21, 2021

435 ㅡ Kupu-kupu.

... dan hadirlah sejumlah kupu-kupu di siang hari itu,
bersukaria nyatakan ada seseorang yang jatuh cinta.

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, November 20, 2021

434 ㅡ Permisi.

Permisi, wahai pujangga semesta.

Ada apa gerangan mampir ke hati sini?
Apakah ada yang bisa aku dengarkan?
Adakah tangan yang bisa kugenggam?

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, November 19, 2021

433 ㅡ Manis.

Adakalanya napas ini habis,
hanya karena sedih tipis-tipis.

Adakalanya rasa itu manis,
... iya, karena kamu, Manis.

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, November 18, 2021

432 ㅡ Rehat.

Pada rehat, aku bersumpah sepenuh hati;
tak akan biarkan diri terbuai berulang kali,
oleh mereka yang hanya tahu cara berlari.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, November 17, 2021

431 ㅡ Depan.

Pada masa depan, aku berupaya sekuat tenaga;
jadi senja untuk cinta yang kandas tanpa arah,
jadi pelita untuk semesta yang bersusah payah.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, November 16, 2021

430 ㅡ Janji.

Pada janji, aku merenung sedalam-dalamnya;
jika suatu hari nanti datang seorang pujangga,
benarkah bisa aku pastikan hati siap untuknya?

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, November 15, 2021

429 ㅡ Hati.

Pada hati, aku berteriak sekencang-kencangnya;
ke manakah perginya cinta yang dulu berapi-api,
yang kesetiannya tidak perlu diragukan lagi-lagi?

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, November 14, 2021

428 ㅡ Logika.

Pada logika, aku bertanya sekeras-kerasnya;
mungkinkah masih ada di sudut terdalam sana,
sebuah bahu untuk aku bersandar ketika lelah?

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, November 13, 2021

427 ㅡ Rumah.

Teruntuk kamu;
petrikor senja yang aku damba,
panorama hujan yang aku cipta,
semua bahagia yang jadi rumah.

Jangan lari lagi,
tetaplah di sini.

Dari aku,
penikmat rindu yang terselubung,
puan yang bersedih tanpa ujung,
harap ada yang sedia berkunjung.

Bukan hanya mampir dan hampir,
tapi selalu setia jadi yang terakhir.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, November 12, 2021

426 ㅡ Meraki: Sampai jumpa lagi.

Bagai lupa bagaimana cara bicara, aku mematung di tempat dengan leher tercekat dan lidah yang sudah sedari tadi kelu. Aku kehabisan aksara untuk aku rangkai menjadi pinta-pinta lain.

Bukan hanya tanganku yang genggam tanganmu, tapi aku berusaha genggam hatimu juga. Meski begitu, bisa aku rasakan kamu enggan berikan aku waktu untuk berusaha genggam hatimu. Rasa janggal yang meluap-luap buat aku sama sekali tidak mau kamu pergi tinggalkan aku walau kamu katakan akan kembali. Entah mengapa, aku temukan nada dusta di sana. 

Barangkali aku egois. Iya, aku putuskan menjadi egois demi kamu.

Aku bahkan tidak mampu balaskan ucapan sampai jumpa dengan jaga dirimu baik-baik, atau jaga kesehatanmu, atau jangan lupakan aku, atau apa pun.

Aku tidak tahu; ini karena kamu tidak beri aku kesempatan itu, atau memang akulah yang kalah dari keberanianku sendiri. Aku yang sejatinya tidak pernah diberikan ruang untuk bahagia satu kali pun.

Hanya dengan satu tarikan, tanganmu terlepas dari genggamanku. Runtuhlah sudah semestaku. Aku hanya mampu pandangi lantai kamarku dengan tatapan nanar. Kosong, tidak ada cahaya apa pun di sana. Hanya tersisa kamarku yang sudah berisikan aroma tubuhmu, seprai putih yang tidak beraturan karena pernah ada kamu di atasnya, dan air jeruk manis yang tidak akan pernah semanis dulu.

Aku sedih.

Seperempat bagian dari kesedihan ini memang karena aku yang terluka akibat sudah bersikeras meminta kamu tinggal di saat kita bukan apa-apa. Aku bukan siapa-siapa. Iya, dan sepenuhnya aku katakan; aku terluka karena diriku sendiri. 

Satu, dua, tiga tarikan napas aku ambil dan aku loloskan bersama rintik air yang basahi pelupuk mataku. Biar aku jadi cengeng untuk sejenak saja usai kamu lenyap dari pandanganku.

Aku kepalkan kedua tangan; berpegang pada asa, barangkali besok kamu benar kembali. Pada akhirnya, di sela-sela hujan deras yang tiba-tiba guyur ruangan kamarku, aku titipkan harapan dan selipkan namamu di dalam doa.

"Sampai jumpa lagi." Lirih, aku bergumam dalam satu tarikan napas. "Aku harap semua akan baik-baik saja."

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, November 11, 2021

425 ㅡ Meraki: Jangan tinggalkan aku.

Jantungku berpacu begitu cepat.

Pertama, karena kamu selalu mampu memberikan aku sesuatu yang buat aku dan jantung tidak bersahabat baik. Jantung berpacu tanpa aba-aba dariku, namun aku teramat sangat menikmati setiap dentuman yang dihasilkan.

Kedua, karena aku khawatir. Aku cemas kalau pada akhirnya aku membuat suatu keputusan yang salah; di mana ini menjadi akhir dari kisah yang bahkan belum sempat aku mulai sama sekali.

Kata maaf tidak lagi terasa menenangkan, malah terdengar bagai tersimpan berjuta arti yang buat aku sesak napas hingga berniat kehilangan kesadaran, dan berharap dengan ini kamu tidak jadi tinggalkan aku ke mana pun langkah membawamu pergi.

Aku serela itu. Aku rela menyakiti diriku sendiri demi mencegah kamu pergi, tapi tampaknya lidahku terlalu kelu untuk sampaikan apa pun. Aku tidak tahu harus mencegatmu dengan cara apa lagi. 

Kecupan yang kamu buahkan pada keningku terasa asing. Aku tidak bisa rasakan manis yang semula basahi birai ranumku beberapa saat lalu. Pesan yang kamu ucapkan tidak buat aku tenang. Aku kalang kabut. Aku harus apa lagi? Aku tidak tahu.

Akhirnya di tengah kekalutan yang aku rasakan, aku tuturkan satu kalimat dengan begitu lirih, "Jangan tinggalkan aku."

Bersama dengan ungkapan hati itu, aku meraih tanganmu; mencengkram pergelangan tanganmu kuat-kuat. Aku tidak mau kamu pergi. Barangkali aku diperkenankan untuk sedikit egois, manja, dan apa pun ciri khas seorang anak kecil yang sedang berusaha membuat kebahagiaan tetap tinggal di sisiku. Aku pula mengecup punggung tanganmu.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, November 10, 2021

424 ㅡ Meraki: Kamu tidak mau menginap saja di sini?

Kerutan muncul di keningku. Pasalnya, aku dapati hal yang tidak selaras dari kalimatmu. Kamu lumayan mengantuk, tapi kamu minta aku untuk istirahat yang cukup. Kamu berniat kembali ke tempatmu berada. Tempat yang tidak bisa aku jangkau sama sekali.

Aku terdiam. Sejenak aku dapati leherku tercekat. Lidahku terlampau kelu untuk memintamu tinggal di sini.

Aku, jujur saja masih hendak rengkuh dan hirup aroma tubuhmu; rasakan keberadaanmu seutuhnya dalam dekapanmu. Meski begitu, siapalah aku yang berani-beraninya meminta kamu tinggal di sini; di ruangan kecil nan berdebu milikku. Pasti ruanganmu di sana jauh lebih luas dan nyaman. Oleh karena itu, aku vokalkan sedikitnya suara hatiku padamu yang berisi, "Kamu tidak mau menginap saja di sini? Sudah malam."

Barangkali dua kalimat itu mampu mencegatmu sedikit lebih lama. Aku khawatir setelah dari sini kamu malah menghilang. Entah mengapa, ada rasa yang janggal muncul di hatiku. Aku tidak tahu itu apa.

"Tidur di sini saja. Jangan kembali ke sana dulu," pintaku pelan.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, November 09, 2021

423 ㅡ Meraki: Jadi, kamu sudah ngantuk, belum?

Aku tidak sama sekali merasa ini salah. Buktinya tubuhku saja menerima segala bentuk afeksi yang kamu sampaikan lewat cumbuan ini dengan begitu tenang. Ah, tidak setenang itu. Ada sedikit kekhawatiran yang sekelebat muncul setiap kali aku berusaha menikmati setiap sentuhan darimu. Aku tidak tahu pastinya, tapi aku tahu kalau aku belum sesiap itu untuk mulai semua ini dengan sentuhan dari luar.

Maka dari itu, ketika decakan terakhir terdengar, aku buka mataku perlahan; pastikan diriku merekam sejelas-jelasnya ekspresi yang kamu ciptakan saat ini. Akhirnya ada waktu yang bisa aku gunakan untuk mengatur napasku. Barangkali aku belum ketahui secara pasti; bagaimana cara berciuman yang baik dan benar, hingga bisa-bisanya aku kehabisan napas macam tadi.

Aku mampu dengan mudahnya memindai tiap-tiap lekuk parasmu saat ini, karena jarak di antara kita masih terlampau dekat untuk bisa kembali berciuman. Namun, aku tahan. Biar terjadi lagi di lain waktu.

Bisikan ucapan terima kasih darimu sempat buat aku menutup mataku sekilas. Suaramu yang diperdengarkan secara dekat buat jiwa dan ragaku tergelitik. Aku menarik kedua sudut bibirku hingga buahkan senyuman kecil.

"Terima kasih juga," balasku dengan tenang. "Jadi, kamu sudah ngantuk, belum?"

Aku berusaha mengganti topik, sebab pipiku pasti masih tampilkan rona kemerahan akibat apa yang barusan kita lakukan. Tubuhku pun agaknya menghangat. Aku mau ajak kamu kembali bersembunyi di pelukanku, tapi aku khawatir kamu bisa dengar debaran jantungku yang masih belum juga balik normal.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, November 08, 2021

422 ㅡ Meraki: Pahit becampur manis.

Aku dan segala kebodohanku yang mendadak layu. Aku tidak ingat lagi kapan terakhir kali aku begitu membenci sentuhan. Aku, yang tiak pernah sama sekali bisa rasakan arti cinta yang sesungguhnya, entah mengapa merasa begitu dicintai di momen-momen ajaib ini. 

Pahit becampur manis. Aku dibuat begitu menyukai tiap-tiap sentuhan yang kamu berikan. Entah karena semua ini baru, atau memang karena aku begitu menyukai keberadaanmu di sisiku.

Aku mempersilakan kamu ambil alih. Kepalaku ikut aku miringkan, dengan netra yang masih terpejam. Aku tidak berani sedikit pun intip ekspresi yang kamu ciptakan saat ini. Aku takut menjadi terlampau mabuk. Kini sebelah tangan aku bawa menangkup wajahmu. Aku gunakan ibu jariku untuk mengusap pipimu sembari masih tenggelam dalam cumbuan.

Tiba-tiba saja aku lupa cara bernapas. Aku kerutkan keningku seolah-olah benar-benar kehilangan oksigen. Barangkali kamu bisa beri aku instruksi lebih dulu sebelum lakukan ini. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku gemetaran.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, November 07, 2021

421 ㅡ Meraki: Kalaupun suatu hari nanti kita bisa saja saling membenci.

Aku selalu percaya, adakalanya aku perlu memperjuangkan sesuatu yang aku rasa berharga agar aku bisa menjadi lebih bahagia. Aku pula percaya, kalau hari di mana aku diperkenankan untuk bahagia akan lekas datang. Semua pikiran ini mendadak hadir dalam benak saat sepasang iris jelagaku bertemu dengan milikmu. Bahkan kini saat kamu lolos dari rengkuhanku dan berpindah posisi, aku masih enggan melepas pandanganku. Aku masih mau perhatikan tiap-tiap sisi wajahmu.

Ketika pipiku kamu tangkup, aku merasakan getaran lain dalam dadaku. Getaran yang membuat jantungku berpacu begitu cepat. Getaran yang tidak biasa. Getaran yang buat aku teramat nyaman. Maka aku pejamkan netraku pula saat ranumku bertemu dengan milikmu.

Iya, tidak ada penolakan datang dariku. Malah yang ada adalah keinginan untuk membalas kecupan yang kamu hadiahkan untukku. Bersama dengan kepala yang mendongak sedikit, aku biarkan ranumku buahkan balasan berupa kecupan dan lumatan pada sepasang bilah ranum milikmu; perlahan, dengan begitu lembut.

Inilah jawabanku atas harapan yang kamu sampaikan barusan. Jangan, jangan kira aku akan membencimu karena sudah melakukan ini. Kalaupun suatu hari nanti kita bisa saja saling membenci, aku harap bukan karena ini. Aku harap juga bukan karena kita hendak saling melindungi.

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, November 06, 2021

420 ㅡ Meraki: Pada dasarnya, semua manusia itu egois.

Aku berusaha mengalirkan seluruh sisi hangat dari dalam tubuhku padamu melalui pelukan ini. Aku teramat sangat berharap; kamu bisa menjadi lebih tenang, kamu bisa tidak terbebani lagi dengan apa pun yang sedang berputar di kepalamu, dan kamu bisa berhenti menitikkan air mata. Maka saat kamu mendongak dan menatapku, aku pun lakukan hal yang sama. Aku menunduk sekilas untuk membiarkan sepasang netra kita bertemu.

"Pada dasarnya, semua manusia itu egois," jawabku dengan tenang. "Aku juga egois. Jadi, kamu bebas menjadi egois. Kamu bebas menjadi dirimu sendiri dan aku tetap akan bilang; aku tidak akan ke mana-mana."

Aku mengusap surai emasmu lagi dengan setulus hati; sampaikan betul-betul kalau aku menyakini ucapanku.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, November 05, 2021

419 ㅡ Meraki: Kamu boleh menangis sekencang-kencangnya.

Satu hal yang tiba-tiba menjadi prioritas dan menarik seluruh atensiku adalah keheningan yang mendadak mampir di tengah-tengah kita. Berikut dengan bulir air yang membasahi kedua sudut matamu.

Apa yang terjadi?
Aku tidak mengerti.

Kamu sampaikan kata maaf yang sebetulnya tidak aku ketahui betul-betul arti yang tersimpan di dalamnya. Aku gunakan ibu jari untuk mengusap pergi bulir air yang pasti menganggu pandanganmu. Meski begitu, aku tidak masalah kalau kamu masih mau menangis untuk meluapkan emosi yang berkecamuk dalam dirimu; apa pun itu.

"Menangislah, kamu tidak perlu minta maaf," kataku sebelum menarikmu ke dalam pelukan; biarkan kamu runtuhkan seluruh pertahananmu. Barangkali kamu masih mau menangis. Kamu boleh menangis dalam pelukanku. "Kamu boleh menangis sekencang-kencangnya, kalau mau. Aku bakalan tetap di sini," imbuhku seraya mengusap dan menepuk pelan punggungmu.

Kamu tadi bilang; kamu tidak berniat pergi, 'kan? Maka genaplah sudah, aku sudah sampaikan pula kalau aku akan tetap di sini. Aku tidak akan pergi ke mana pun, kecuali kamu yang putuskan secara sepihak untuk meninggalkan aku.

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, November 04, 2021

418 ㅡ Meraki: Perasaan yang luar biasa, sungguh.

Untaian kata darimu terdengar begitu lembut di telingaku. Barangkali karena kita sedang sedekat ini. Barangkali karena kita sedang berada di kasur yang sama. Barangkali karena aku terlampau nyaman dengan tiap-tiap momen yang kita ciptakan bersama. Perasaan yang luar biasa, sungguh.

Baru saja hendak balas dengan beberapa kalimat saat kamu ceritakan soal kawan-kawan barumu itu, cubitan mendarat mulus pada pipiku. Kali ini aku berikan reaksi kesakitan, sebab berpura-pura sedikit supaya kamu gembira? Iya, tidak ada salahnya bermain-main sejenak. 

Namun, usai itu aku terkekeh pelan lagi. Sekarang aku yang mengusap dan mencubit pelan pipimu. Tentu, tidak akan buat sakit, melainkan rasa sayang, mungkin. Barulah kini aku tatap kedua netramu lamat-lamat seraya vokalkan isi hati, "Jangan sampai kamu terjebak dalam hal-hal di luar kemampuanku. Baik-baik jaga diri kamu kalau aku tidak ada. Kamu harus ingat, selama kaki kamu belum sembuh, kamu jadi prioritas dan tanggung jawabku."

Aku merasa pipiku menghangat setelah sampaikan itu. Semoga tidak ada rona kemerahan di kedua pipiku. Kalaupun ada, aku mohon; jangan sampai kelihatan olehmu, meski rasanya mustahil betul.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, November 03, 2021

417 ㅡ Meraki: Pasti kamu capek.

Kamu tahu, aku sebetulnya tidak sebodoh itu. Aku tidak bodoh untuk hanya duduk diam di kamarku ketika kamu sampaikan bahwasanya kamu sedang berada di suatu tempat asing yang tidak sama sekali bisa aku jangkau. Maka, tadi aku sempat cari tahu dulu; apakah itu dan di manakah letak pasti lokasi yang kamu sebutkan. Meskipun aku adalah salah satu kaum yang agak gagal teknologi, tapi setidaknya aku berusaha.

Sempat aku mau bertanya lebih jauh soal kegiatanmu di sana, tapi dapati kamu menangkup dan mengusap pipiku, tentu buat aku cukup luluh dan berakhir enggan bertanya lebih jauh. Aku pula tidak pahami betul-betul soal negeri asalmu dan bisnis-bisnis yang mungkin bisa saja kamu jelaskan padaku.

Menolak untuk mempermalukan diri sendiri kalau seandainya kamu ceritakan urusanmu dan aku berakhir gagal paham, maka hanya senyuman dan gerakan sederhana dari tanganku yang jadi reaksi. Aku menyelipkan helai emas milikmu ke belakang telinga agar tidak ganggu pandanganku akan wajahmu, lalu aku bebas bermain dengan helai emasmu itu; aku usap helai emasmu perlahan berkali-kali sambil berkata, "Pasti kamu capek. Bagaimana rasanya bertemu orang-orang baru?"

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, November 02, 2021

416 ㅡ Meraki: Aku suka sekali momen ini.

Kamu tidak mau duduk. Oke.
Kamu belum mengantuk. Oke.
Kamu mau rebahan saja. Oke.
Kamu mau lanjut ngobrol. Oke.

Aku akan turuti semua keinginanmu. Apalagi kini jariku sudah bertautan dengan milikmu. Ada perasaan baru yang begitu membuatku terbuai. Aku suka sekali momen di mana aku bisa menggenggam tanganmu dengan begitu erat.

Aku ikuti ke mana tungkai kecilmu pergi. Sekarang aku dan kamu sudah berada di atas kasur yang sama. Aku bantu kamu merebahkan diri agar sewaktu kamu mengantuk, kamu bisa langsung tidur dengan nyaman. Aku pun ikut berbaring di sampingmu; tidak mau duduk lagi, entah mengapa.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, November 01, 2021

415 ㅡ Meraki: Barangkali kamu mau istirahat.

Sudah. Aku sudah berhasil memindai figurmu dalam benak. Aku sudah berhasil mencatat aroma yang kamu ciptakan. Maka ketika pelukan terlepas, walau tidak sepenuhnya terlepas, aku tidak berkomentar apa-apa, sebab kini aku mampu pandangi wajahmu dengan sejelas-jelasnya.

Bersamaan dengan lenganmu yang melingkari leherku, aku lingkarkan lenganku pada pinggangmu. Iya, agar aku masih bisa menyentuhmu meskipun tidak berpelukan macam tadi.

Mendapati kamu mengeluh dengan begitu gemas sungguh buat aku tersenyum. "Iya, ayo, duduk. Atau kamu mau tiduran? Kamu tidak capek habis nyetir ke sini? Kamu tidak ngantuk?"

Banyak tanya. Aku tidak terbiasa ada yang mengunjungiku seperti ini. Berkendara dari tempatmu ke rumahku pasti melelahkan, 'kan? Barangkali kamu mau istirahat.

Salam hangat,
Senjakala.