Tampilkan postingan dengan label cokelat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cokelat. Tampilkan semua postingan

Kamis, April 29, 2021

229 ㅡ Seumpama gelas yang pecah.

Seumpama gelas yang pecah,
kepercayaan sudah tidak ada.

Jangan harap ada aku lagi;
karena aku sudah jauh berlari.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, April 11, 2021

211 ㅡ Aku tak akan menyerah pada cinta dan keadaan.

Teruntuk Senjakala (2030),

Jejak langkah yang kamu tinggal mendewasakan hatiku. Jejak memori yang kamu beri mengajarkan arti cinta bagiku. Temukan dia yang jauh lebih baik dariku. Temukan dia yang bisa beri kamu kebahagiaan yang utuh. Aku pergi, jangan rindu.

Sebetulnya aku sudah tak lagi ingin bicara soal cinta. Kata semua, itu luar biasa. Kata aku, itu hanya bualan semata. Belajar dari kesalahan yang lalu, aku tak ingin sakit melulu. Seharusnya cinta buat hati bahagia, tapi nyatanya aku selalu merana.

Terlanjur salah menerka, dipermainkan mereka, hingga berujung luka—sungguh aku tak ingin hadapi itu lagi. Biar aku yang pergi, asal aku bisa bebaskan hati. Terlalu lelah memperjuangkan, kini aku menghendaki ada yang berusaha perjuangkan aku.

Memori yang kamu beri menjadikan aku seseorang yang penuh ambisi. Cinta yang kamu bagi menjadikan aku seseorang yang lebih perasa. Walaupun tak semuanya indah, tapi aku pernah sebahagia itu. Terima kasih untuk semua kenangan yang pernah membuatku nyaman.

Aku hanya ingin sampaikan satu hal, jikalau nanti kamu menyesal dan ingin kembali padaku, tolong jangan cari aku apa pun yang terjadi, sebab aku tak akan menerimamu kembali. Kita tak akan kembali ke awal, sebab aku sudah berusaha menjadikan luka ini samar.

Menjadi dewasa, kamu perlu berkaca dan belajar untuk setia pada satu cinta. Aku beri kamu ruang untuk memahami waktu agar kamu tak mengulang rindu yang hilang makna. Aku tak ingin kamu jadi alasan air mata jatuh begitu deras. Aku tak ingin kamu sakit.

Aku hanya ingin kamu mendapatkan yang terbaik karena kamu juga baik. Aku hanya ingin kamu mendapatkan yang dewasa karena kamu pun dewasa. Aku hanya ingin kamu dicintai sepenuh hati karena kamu hujani dia dengan cinta, bukan air mata. Aku hanya ingin kamu bahagia.

Biarlah aku menjadi alasan kamu berubah. Biarlah kehadiranku selama ini menjadikan kamu seseorang yang percaya bahwa cinta itu ada. Biarlah kepergianku menjadikan kamu seseorang yang tak lagi sakiti hati. Biarlah hatiku yang patah menjadi pelajaran bagimu.

Pelajaran untuk mengerti tentang rasa dan air mata yang jaraknya sungguh dekat. Jangan patahkan hati siapa pun yang kamu sayang. Jangan jatuhkan air mata dia yang kamu puja. Jangan buat tangisan menjadi suatu hal biasa yang harus dilewati setiap insan.

Tidak semuanya bersedia untuk selalu kembali ke awal setelah tiga kali kamu patahkan hatinya. Mungkin aku salah satu yang sebodoh itu, karena berulang kali hatiku remuk, dan aku masih memujamu. Biarlah hanya aku yang begitu. Cukup aku yang sesakit itu.

Tidak semuanya bisa kamu dapatkan dengan mudah; dengan hanya beri bunga dan ucapkan kata cinta. Mungkin aku salah satu yang terjebak pada teka-teki cinta yang kamu ciptakan. Cukup aku yang kamu lukai dengan sengaja. Cukup aku yang kamu patahkan hatinya dengan sadar.

Tidak bisa aku memaksamu untuk mencintaiku, sebab kamu tidak bisa memberikanku alasan untuk tetap bersamamu. Aku hanya ingin belajar untuk menjadi dewasa; di mana aku tak akan menempatkanmu di atas segalanya. Aku tak akan percaya lagi pada perubahan.

Kamu tidak berubah. Kamu tidak menjadi seseorang yang lebih baik ketika bersamaku. Jadi, aku melepasmu agar kamu bisa temukan dia yang lebih pantas untuk kamu perjuangkan. Aku membiarkanmu meninggalkan aku sebagai masa lalu agar kamu tahu rasanya merindu.

Mungkin, selama ini aku tidak membawamu menuju jalan yang lebih baik, walaupun aku sudah berusaha dengan sebaik-baiknya. Mungkin, selama ini kamu memang tidak memperjuangkanku dengan sekuat tenaga, sebab kamu cari aku hanya ketika butuh.

Aku sudahi semua ini, karena aku ingin kamu tahu; aku lebih dari itu. Aku layak untuk diperjuangkan, dan aku berjanji padamu; aku tak akan menyerah pada cinta dan keadaan. Mungkin aku dan kamu tidak akan menjadi kita, tetapi aku yakin aku bisa bahagia.

Dari Senjakala (2020).

Sabtu, April 10, 2021

210 ㅡ Temukan dia, tinggalkan aku.

Temukan dia;
yang lebih baik dariku.

Tinggalkan aku;
yang lelah perjuangkanmu.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, April 09, 2021

209 ㅡ Aku akan lari sejauh-jauhnya.

Teruntuk Senjakala (2030),

Selang tiga bulan setelah aku dan dia lepas kontak. Pesan baru hadir tanpa permisi. Sayangnya pesan itu tak datang dari orang baru. Dia lagi. Masih dia. Aku pandai membangun benteng pertahanan, sehingga saat dia datang lagi, bentengku sudah kokoh berdiri.

Bersikap biasa, aku tak terlalu memedulikannya. Aku tidak membuka diri. Aku tidak berani melanjutkan obrolan. Hanya seadanya aku balas pesan darinya. Walau begitu, beberapa hari bertukar pesan dengannya sudah membuat aku lagi-lagi lemah. Bodohnya aku.

Sampai suatu hari aku berjumpa dengan dua sahabatku sewaktu aku masih duduk di bangku sekolah. Dua sahabat yang sudah aku anggap seperti saudara sendiri. Kami sedekat itu. Aku tak menduga pertemuan kami membawa berita tentang dia. Dia yang ternyata sebrengsek itu.

Salah satu dari mereka membawa kabar tentang si dia yang sebenarnya tak ingin aku bahas dalam pertemuan ini. 

"Dia ingin memperbaiki hubungan dengan banyak orang. Jadi, dia mulai mengirimkan pesan kepada orang-orang yang dulu pernah dekat dengannya."

"Dekat dalam arti apa?" tanya sahabatku yang lain.

"Dekat dalam arti pernah berteman. Setahuku tidak lebih dari itu, sebab sekarang dia sedang dekat dengan seseorang."

Aku hanya diam. Membisu saja, tak ingin timpali apa pun.

Sempat aku mengira seseorang itu adalah aku. Ternyata, bukan aku, melainkan teman satu sekolahku dulu. Teman yang pernah menjadi bagian dari kehidupan putih abu-abu milikku. Kedua sudut bibir tentu aku tarik hingga membentuk seulas senyuman tipis.

"Meskipun aku berteman dekat dengannya, dia tak pernah sekali pun cerita soal perempuan, sampai entah ada angin apa, kemarin saat aku pergi dengannya, dia ceritakan semuanya padaku."

"Mereka sudah sejauh apa?"

"Sudah cukup jauh, menurutku."

Aku masih memancarkan senyuman palsu; berharap tak ada yang sadari itu. Aku tak berani bicara; takut kembali membuka luka. 

"Mereka bertukar hadiah, pergi olahraga bersama, makan malam ulang tahun bersama, dan setiap hari mereka saling bertanya kabar."

Oh, begitu. Batinku menjawab pelan. Aku mulai meyakinkan diriku, bahwa aku sungguh mencintai orang yang salah. Aku sempat mencintainya, tetapi kini tekad sudah bulat, bahwa aku akan berhenti mencintai dia setulus hati.

"Sudah sejak kapan mereka bersama?"

"Sejak beberapa bulan ini. Mungkin sudah dua atau tiga bulan, tetapi mereka bertemu seminggu dua kali. Jadi, proses pendekatan mereka pasti cepat."

Ternyata angan yang aku lambungkan berujung sia-sia. Dia tak berubah. Hanya baik, tak berniat jadi milik.

Selama dia mendekati tambatan hatinya, dia juga mengirimkan pesan untukku. Sebenarnya aku tak paham. Apa gunanya dia melakukan itu? Apakah sengaja mempermainkan aku lagi dan lagi?

Nyaris menangis, maka aku menggigit bibir bawahku. Masih dengan senyuman.

Aku pulang dari pertemuan itu dengan senyuman pilu, sebab hari itu aku memutuskan untuk berhenti dipermainkan oleh dia yang hanya ingin singgah dan tak berniat untuk tinggal. Sungguh di luar dugaan, bahwa aku bisa mendapatkan pencerahan untuk berhenti.

Berhenti mengharapkan sesuatu yang tak pasti. Berhenti mencintai dia yang hanya buat aku rugi. Berhenti menjadi bodoh karena aku pantas bahagia. Dia tidak sejahat itu. Hanya saja aku yang terlalu jahat mengartikan kebaikan hatinya padaku.

Aku yang jahat, sebab sejak awal hatinya memang tak ingin berlabuh. Aku yang jahat, sebab sejak awal aku yang mengartikan kebaikan hatinya sebagai cinta. Aku yang jahat, sebab kini usai semua, aku yang terluka dan menyalahkan dirinya. Aku sejahat itu.

Walaupun begitu, aku rasa tidak apa-apa untuk menjadi sedikit jahat, sebab hidup itu harus seimbang, 'kan? Setengah kebaikan, dan setengahnya lagi biar saja menjadi dosa. Aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya ingin sampaikan, bahwa aku sudah selesai berjuang.

Aku berhenti mencari. Aku berhenti menghampiri. Aku berhenti mencinta. Aku berhenti memperjuangkan segalanya. Sekali-sekali, aku juga ingin jadi dia yang kamu cinta dan kamu kejar. Jadi, kali ini aku akan lari sejauh-jauhnya agar tak ada yang menemukanku.

Dari Senjakala (2020).

Kamis, April 08, 2021

208 ㅡ Patah untuk ketiga kalinya.

Teruntuk Senjakala (2030),

Aku sempat berpikir dia berbeda. Walau pernah terluka karena dirinya, aku percaya manusia bisa berubah. Aku beri kesempatan, tetapi aku yang dipermainkan. Sudahi saja, sebab aku sudah lelah. Usaha sia-sia, tak ada guna.

Berulang kali aku terluka karena cinta. Tak juga jera, aku masih tak menyerah untuk mencoba. Aku tak ingin berhenti mencinta, sebab apalah aku tanpa hal itu. Mungkin aku sebodoh itu, sebab percaya dia juga mencintai aku. Percaya dia punya rasa yang sama.

Terlebih, aku percaya dia sudah berubah. Dia, bukan dia yang dulu pernah memberi luka di hatiku. Dia, bukan lagi pemain hati. Aku berusaha keras untuk memercayai keadaan tanpa perlu mengulas lebih jauh tentang dirinya, tetapi karena itu, aku dipermainkan.

Melalui tulisan ini, aku ingin sahabat-sahabat semesta belajar dari kebodohanku. Belajarlah dari sini, dan jangan sampai sebodoh aku.

Cinta tidak pernah buta, tetapi keinginan untuk memiliki yang begitu besar menjadikan manusia buta akan segalanya.

Hati pernah remuk seremuk-remuknya saat masih duduk di bangku sekolah. Cinta tak berbalas menjadi alasan hatiku patah. Bukan salah dia. Aku yang tidak bisa melihat bendera berwarna merah yang dia kibarkan untuk sengaja aku lihat.

Sebenarnya aku melihat, tetapi aku putuskan untuk terus menghujani dia dengan cinta, sebab aku percaya cinta yang aku miliki begitu tulus, sehingga apabila tak berbalas pun tak masalah bagiku. Lambat laun, aku lelah, sebab selama ini hanya cinta sendiri.

Ketulusan membutakan cintaku.

Seharusnya tidak perlu begitu. Cinta tak bersyarat memang ada, dan sungguh harus ditanamkan, tetapi tak ada cinta yang hanya dilakukan oleh satu orang. Cinta itu dua, bukan satu saja. Jadi, aku menyerah.

Usai memutuskan untuk pertama kalinya menyerah pada keadaan, aku tak berani bertanya kabar. Tak sanggup bertemu, sebab tak ingin kembali berharap. Keadaan memisahkan aku dan dia. Semesta sampaikan secara tersirat, bahwa kami tak seharusnya bersama.

Patah hati pertamaku sungguh menyakitkan. Setiap malam hujan turun membasahi wajahku, dan hatiku hanya bisa menjerit. Sesakit itu. Butuh sedikitnya empat tahun bagiku untuk menyimpan memori bersamanya di lubuk hatiku yang terdalam; menyudahi semua cerita.

Tak pernah sekalipun aku menyalahkan dia. Aku paham betul, selama ini dia hanya berusaha untuk tidak mematahkan hatiku. Dia tak ingin aku patah, sehingga dia terus bermain bersamaku. Bermain dengan segala hal tentang cinta yang sebenarnya tak ada di sana.

Aku berterima kasih, sebab alasan itu seolah mengatakan dia memang pernah peduli padaku.

Mungkin selama ini aku yang terlalu mudah jatuh, terlalu cepat beri hati, terlalu rapuh untuk sadari rambu, dan terlalu tulus mengatasnamakan cinta kepada siapa saja.

Tembok pertahanan yang aku bangun selama empat tahun runtuh begitu saja saat dia datang sewaktu aku sangat membutuhkan dukungan.

Dia sampaikan dua kata yang lebih indah dari kalimat romantis sepanjang masa. “Selamat lulus,” katanya.

Aku merutuk dalam hati. Sumpah serapah yang selalu aku hindari, tiba-tiba lancar aku ucapkan dalam batin. Tak menyangka dia akan datang membawakan bunga. Aku lagi-lagi terlena karena kebaikannya yang entah nyata atau hanya tipu semata. Aku, kembali bodoh.

Aku ingat betul, waktu itu napasku tidak beraturan. Ekspresi cemas, senang, sedih, ragu, dan candu menjadi beberapa pilihan untuk aku tampilkan saat bertemu dengannya lagi setelah sekian lama. Seketika luka yang menyayat, tak lagi membuatku tersengat.

Aku memang sudah melupakan segala cerita manis dan pahit bersamanya yang pernah menjadi kisah cintaku, tetapi saat melihatnya hadir di hadapanku, aku percaya ada cerita baru yang menunggu. Tak ingin menduga, aku beranikan diri untuk melupakan lara.

Tersenyum saat mata kami bertemu. Tertawa saat cerita indah kembali dibuka. Tersentuh saat bunga beserta ucapan diberikan dia yang pernah sepenuh hati memiliki hatiku. Aku terlena. Lagi-lagi aku kembali memberikan hatiku untuk digenggam olehnya.

Seolah empat tahun yang aku lalui dengan penuh air mata tak berarti apa-apa, satu gerakan kecil seperti ini sudah membuatku jatuh lagi. Semudah itu. Jujur, aku sungguh lemah, jika sudah dihadapkan pada peluang untuk bersamanya. Selemah itu.

Bertukar pesan memang sudah biasa. Usai pertemuan pertama kami setelah sekian lama, setiap hari selalu ada pesan darinya. Walau awalnya aku sempat takut pertukaran pesan ini hanya berakhir satu hari saja, tetapi nyatanya berlanjut hingga satu minggu.

Hanya satu minggu yang dibutuhkan olehnya untuk merasa bosan dan melupakan aku. Tak ada pesan lagi setelah itu. Aku kecewa lagi. Aku runtuh lagi. Saat itu, aku sungguh merasa tidak pantas dicintai. Aku merasa tidak berani mencintai siapa pun.

Aku tak berani percaya pada arti dari ucapan manis. Aku berhenti mengharapkan makna cinta hadir ke dalam hidupku. Aku berdusta saat aku bilang aku baik-baik saja. Tidak, aku tidak baik-baik saja. Aku hancur. Aku sakit hati. Hatiku patah lagi.

Bodohnya, hatiku patah untuk kedua kalinya karena orang yang sama. Aku pikir dia berbeda. Aku pikir dia datang karena sudah berubah. Entah itu hatinya, entah itu caranya sampaikan kebaikan. Nyatanya, semua sama. Dia masih anggap aku bukan siapa-siapa.

Aku memang bukan siapa-siapa. Tak ada yang istimewa dari seorang Senjakala Merindu. Tak ada hal luar biasa yang pernah aku lakukan. Tak ada penghargaan yang pernah aku terima. Hanya ketulusan hati yang aku miliki, dan itu tidak cukup.

Tidak cukup untuk membuat hatinya berlabuh. Tidak berarti untuk membuatnya menoleh dan memandang masa depan bersamaku. Kekecewaan membuat aku berhenti percaya pada kaum adam. Aku tidak membenci, hanya saja memang ingin berhenti. Tak berani mulai lagi.

Aku menyerah. Tak ingin sakit lagi karena cinta. Tak ingin berdusta saat mereka bertanya ada apa. Sebab aku tak pernah ceritakan pada siapa-siapa, rasanya sesak di dada bisa buat aku mati kapan saja. Tak berani aku ceritakan. Tak berani aku terima makian.

Oleh karena itu, semua aku pendam sendirian. Semua cerita lalu yang kini kembali membuatku malu, aku kunci rapat-rapat dalam kotak kenangan yang aku tinggalkan di dasar laut dalam. Aku tidak akan beri dia kesempatan lagi untuk mempermainkan ketulusanku.

Namun, ucapan memang mudah saja dikatakan. Aku yang bodoh ini harus mematahkan hatiku yang sudah remuk dan tak berbentuk untuk ketiga kalinya. Sempat aku bertanya-tanya; apa salah dan dosaku di kehidupan lalu hingga berulang kali aku disakiti seperti ini.

Tak ada jawaban aku terima, sebab semua rencana Yang Maha Kuasa. Aku hanya bisa meyakinkan diriku bahwa aku lebih dari segalanya. Aku pantas dicintai. Aku pantas dihujani kasih sayang. Aku pantas diperjuangkan. Aku pantas dipedulikan. Aku pantas bahagia.

Dari Senjakala (2020).

Rabu, April 07, 2021

207 ㅡ Aku lagi yang terluka.

Aku pikir dia berbeda,
mungkin sudah berubah.

Nyatanya masih sama...
Aku lagi yang terluka.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, Maret 02, 2021

171 ㅡ Di suatu hari, kala sedang menunggu mentari pagi.

Di suatu hari, kala sedang menunggu mentari pagi. Aku berdiri, berhadapan denganmu, Kasih, dan memberanikan diri untuk mulai berjalan pergi. Aku akui, aku yakini; semua itu hanya mimpi, sebab tak mungkin aku dipertemukan denganmu, Sang Pemilik Hati. Walau badai menghadang, membuatku tenggelam dalam lautan kenangan dan tak mampu menatap langit malam, aku tetap tak akan melupakan perasaan yang terasa begitu nyata setiap aku menutup mata.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, Januari 01, 2021

111 ㅡ Hati yang keras kepala.

Teruntuk Senjakala (2021),

Selamat malam, Senjakala. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, ya. Terima kasih karena kamu sudah berhasil melewati satu tahun yang penuh dengan pilu dalam kalbu. Semoga harimu di tahun ini tidak melulu soal kelabu, tetapi ada goresan merah jambu yang buat kamu tersentuh. Sebab, tidak ada pahit yang selalu buat sakit. Sebab, tidak ada luka yang tak bisa sembuh dengan sendirinya. Jadi, biarkan hatimu lebih keras kepala lagi, ya. Biarkan hatimu lebih tegas dalam memilih, karena kamu pantas memilih. Kamu hidup tidak hanya untuk dipilih.

Jika aku diperbolehkan melempar kembali waktu, aku ingin mengulang sedikit tentang rasa yang selama ini kamu anggap nyata. Kamu mengawali tahun dengan penuh kepercayaan diri, bahwa ada yang lagi-lagi kembali ke hadapanmu. Kamu percaya dia bawa hatinya untuk kamu. Padahal sebenarnya kamu salah paham, sebab dia datang hanya untuk bertandang. Dia tidak berniat untuk singgah selamanya. Dia hanya ingin membuat kamu merasa dicintai, walaupun sejujurnya kamu merasa mati. Iya, tidak apa-apa. Aku hanya ingin sampaikan kepada kamu, bahwa awal itulah yang menguatkan kamu. Awal tahun itu membuat kamu sadar, kalau kamu pantas dapatkan seseorang yang anggap kamu berarti. Kamu pantas bersama dengan seseorang yang menempatkan kebahagiaanmu di atas kebahagiaannya. Kamu pantas menjadi terang untuk yang setia bersamamu selamanya.

Setelah itu, kamu dipertemukan Tuhan dengan seseorang yang berbeda. Dari kacamata milikmu, dia mencintaimu dengan benar. Sesungguhnya iya, nyaris. Dia nyaris bisa menyayangimu dengan segenap hati, tetapi rasanya selalu ada yang salah. Di akhir perjalanan, kamu yakin, bahwa kamu dan dia hanya saling beri luka. Maka dari itu, cerita disudahi begitu saja. Mungkin persamaan yang ada hanya bisa menjadikan kamu dan dia, teman. Meski begitu, sampaikan terima kasih kepada Tuhan karena kamu sudah dipertemukan dengan dirinya, sebab kini kamu semakin paham akan arti dari cinta. Kamu semakin dewasa untuk bisa melangkah maju. Terima kasih untuk segala luka yang sempat menyayat hati, tetapi lebih banyak terima kasih untuk semua tawa yang buat bahagia. Kamu berharap dia bahagia dengan pasangan hidupnya kelak, karena kamu juga akan menjadi perempuan yang semakin bahagia.

Di penghujung tahun, kamu dipertemukan dengan seseorang yang tidak pernah kamu bayangkan bisa hadir ke dalam hidupmu. Sebab setelah usai di tengah jalan dengan yang kemarin, kamu kira tidak akan ada lagi sosok yang bisa cocok denganmu. Atau, katakan sefrekuensi. Tetapi ada juga yang punya pikiran dan pandangan hidup yang mendekati sama dengan milikmu. Entah ini pertanda, atau ini lagi-lagi hanya pembelajaran saja, tetapi satu hal yang pasti, aku yakin kamu akan lebih pandai memilih hingga dapatkan seseorang yang dipilih. Kamu pantas memilih, dan aku biarkan hatimu menjadi semakin keras kepala di tahun baru 2021 ini. Aku biarkan kamu mencoba dengan hati yang tak berharap apa-apa. Aku biarkan kamu berusaha mengenal hingga kamu berakhir bahagia.

Tahun yang lalu mengajarkan kamu untuk bisa kembali mencintai, walaupun banyak perpisahan dan cerita yang berakhir di tengah jalan. Meski begitu, jangan pernah menyerah pada cinta. Cinta harus kamu cari, dan cinta harus kamu pupuk hingga tumbuh kuat. Oleh karena itu, aku hanya berharap tahun ini kamu bisa tetap punya hati yang keras kepala. Aku berharap kamu bisa tetap berusaha temukan banyak hal yang bisa buat kamu semakin bahagia. Aku berharap tidak ada air mata yang selamanya. Aku berharap tidak ada luka yang menyayat hatimu. Aku juga masih berharap kamu kuat, karena kamu tidak perlu tahu segalanya yang ada di dunia. Aku juga berharap masih ada banyak hal yang berenang di kepalamu, sehingga kamu tidak akan pernah berhenti untuk jadi lebih baik lagi. Tetap jadi kamu yang bawa terang. Tetap jadi kamu yang berusaha untuk jadikan semesta tempat yang indah untuk ditinggali.

Terima kasih untuk kekuatanmu di tahun 2020, Senjakala.
Selamat berjuang dengan hati yang keras kepala di tahun 2021, ya.

Dari Senjakala (2020).

Kamis, Desember 03, 2020

082 ㅡ Bersamaku, langit merindukanmu.

Terkadang aku berharap bisa kembali ke masa lalu. Bukan untuk mengubah segala sesuatu, tetapi untuk merasakan beberapa hal dua kali.

Malam ini, hujan.
Bersamaku, langit merindukanmu.

Alih-alih menutup kepala dengan menggunakan kedua tangan untuk menghalau titik air yang mulai membasahi sekujur tubuh, aku membiarkan isak tangis dari Sang Langit menyentuh raga dan hatiku.

Aku menengadah, menutup mata, dan membayangkan wajahmu. Enggan memanggil kembali sebuah kisah yang sudah lama terpendam, tetapi dengan berat hati kukatakan, "Aku merindukanmu."

Rinduku berupa lembaran kertas yang tertumpuk menjadi suatu rangkaian surat dengan goresan bolpoin dari hati. Rinduku begitu tebal sampai langit ikut bersuara mengucap asa. Apakah kamu bisa mendengar suara itu?

Laki-laki berperawakan lebih tinggi dariku yang setiap langkahnya membawa pesona, meninggalkan seberkas cahaya dalam kedua bola mataku setiap kali memandang. Popularitas membuat namamu melambung, dan membuatku harus berpikir dua kali untuk mendekat. 

Kamu, yang tak bisa kusentuh.

Aku ingat. Saat itu, aku melihatmu berjalan di lorong sekolah. Dalam diam, aku memotret paras menawanmu untuk kujadikan penyemangat hidup. Bahagia bukan main walau hanya memandang dari kejauhan. 

Oh, Tuhan. 
Jantungku berdetak cepat. 
Apakah ini rasanya jatuh? 
Jatuh hati, rupanya.

Mereka menertawakanku yang diam-diam selalu memujamu tanpa pernah berhenti. Keras kepala, tidak tahu malu. Di mana harga dirimu?

Tidak ada yang membela, hanya caci maki yang dilontarkan ketika raga berkumpul bersama para persona tak punya hati.

Mereka, yang tidak percaya cinta.

Tahukah engkau, seseorang yang tidak dapat kumiliki, ketika mereka menggunakan segala cara untuk menyadarkanku bahwa kamu tak akan pernah menyadari presensiku, apa yang aku katakan kepada mereka?

"Ketertarikan adalah bahagia yang sederhana."

Maka, banyak pertanyaan mereka berikan dengan maksud ingin mencari kelemahanku. Masih dalam usaha ingin menyadarkanku bahwa kamu tak akan pernah berniat menemukanku di tengah keramaian.

Kamu, adalah bintang yang paling terang.
Aku, hanyalah pengagum bintang.

"Tidakkah kamu sakit karena tak mendapatkannya?"

Sebuah pertanyaan kudapatkan, dan aku tersenyum. 

"Kamu akan belajar, belajar, dan belajar, dan belajar lagi sampai kamu benar-benar dewasa. Sampai kamu yakin, bahwa jawaban itu pasti: Tidak. Kamu tidak akan pernah sakit, jika kamu benar-benar memahami."

"Mengapa?"

Mereka meminta alasan. 

"Kamu akan selalu ingin berada di sampingnya dan memandangnya tertawa, karena rasa sayang tidak akan pernah hilang, meskipun raga tak kamu miliki. Kamu akan bahagia hanya karena tertawa bersamanya dari kejauhan."

Kemudian, aku menegaskan pernyataan yang aku buat nyata sebagai jawabanku.

"Suka dan sayang adalah dua hal yang berbeda. Ingatlah, setiap kali kamu berada di sampingnya ... bersiaplah untuk kembali jatuh hati. Mengapa? Karena rasa sayang tak akan pernah hilang."

Aku menjelaskan jawabanku dengan menggunakan 'kamu' karena aku ingin kamu yang tidak pernah bisa kugapai, kamu yang selalu kunantikan kehadirannya, dan kamu yang pernah hadir dalam hidupku sebagai bintang; tahu seberapa besar keinginanku untuk hanya menatapmu dari jauh.

Tidak pernah ada keraguan dalam mengambil sebuah keputusan. Mulai dari meyakinkan diri untuk memantapkan hati sebelum mulai menyukai, sampai kepada perpisahan secara sepihak yang aku tetapkan sebagai keputusan untuk berhenti memandangmu, sebab perih dalam dada mulai terasa.

"Tanya hatimu, tetapi pakai otakmu. Perasaan, pemikiran, dan kenyataan di sini adalah tiga hal yang berbeda."

Aku mengatakan kalimat itu untuk menampar diriku sendiri. Berulang kali kukatakan agar hatiku benar-benar perih hingga air mata pun membasahi kedua pipi. Aku menangis.

Setelah kudapati diriku jatuh terlalu dalam, dan kamu tidak juga menolehkan kepala untuk mencoba menyelamatkanku, aku meyakinkan diri bahwa aku tak akan lagi mencoba berharap. Aku belum benar-benar berharap. Aku hanya ingin mencobanya. Namun, semua itu tak akan kulakukan lagi.

Kini, aku tak akan lagi berdiri di sampingmu, terdiam mendukungmu dalam kesedihanku. Aku akan memberanikan diri untuk berjalan maju. Berjalan maju ke tengah-tengah keramaian sampai kamu  menemukanku. 

Aku tak akan menunggu lagi.
Aku tak akan berusaha lagi.
Aku tidak lelah.
Aku tidak menyerah.
Aku tidak menangis.

Aku hanya harus mengistirahatkan hatiku karena terlalu sering berusaha mengerti semua tentangmu. Aku masih berusaha mengerti. Aku belum benar-benar mengerti. Aku tidak pandai, tetapi aku mau berusaha mengerti.

Luka lama masih membekas, walaupun tak membuatku menangis lagi. Luka baru tak memberi bekas, namun kenangan akan bagaimana aku mendapatkan luka itu akan selamanya menyayat hati. Lukaku masih belum sembuh. Namun, kini aku menjadi lebih kuat untuk menghadapi kenyataan pahit yang ada di depanku.

Aku akan pergi.
Cari aku.

Jika tidak, maka aku akan benar-benar pergi meninggalkanmu tanpa menoleh ke belakang, dan ketika kamu merasa kehilangan lalu mencariku ... maka saat itulah aku akan mulai menanyakan hatiku kembali.

"Apakah aku masih berdiri di sana menunggunya datang mencariku? Ataukah aku sudah berjalan pergi dari kerumunan itu karena terlalu sakit?"

Suara hatiku yang tak mau didengar oleh siapa pun terekam jelas dalam benak. 

Jawabanku adalah, "Aku tidak lagi di sana ... menunggunya."

Kenyataan telah bertemu dengan sang akhir, lalu mengapa tak aku akhiri juga mimpiku yang hanyalah sebuah angan-angan semata? Kini, aku tak tahu bagaimana cara membedakan mimpi dan kenyataan. Mengapa? Karena terlalu sering bermimpi dalam diam dan bercerita dalam tangis.

Terima kasih untuk hari-hari yang kamu ciptakan bagiku untuk bermimpi. Mungkin banyak hal yang tidak dapat kamu percaya dalam hidup ini, tetapi percayalah bahwa kamu pernah menjadi cinta pertama seseorang.

Cinta pertama seseorang,
Patah pertama Senjakala.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, November 02, 2020

051 ㅡ Aku tidak akan pernah berhenti untuk belajar di kehidupan ini.

1 Januari 2020, Senjakala.

Aku sangat bersyukur kepada Tuhan karena sudah membuat aku memulai tahun dengan kecewa. Aku jadi bisa mempersiapkan diriku lebih baik lagi untuk menjadi seseorang yang lebih kuat dari sebelumnya. Perasaan dilupakan dan dianggap tidak ada memang adalah satu hal yang sangat menyakitkan, tetapi aku tidak akan memperlakukan mereka sama seperti apa yang sudah mereka lakukan padaku. Aku akan tetap berbagi kasih kepada siapa saja yang aku temui. Aku akan berbesar hati dan tetap belajar untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi.

Aku tidak akan pernah berhenti untuk belajar di kehidupan ini. Setiap harinya aku akan terus berkembang karena aku tidak pernah takut dipermainkan oleh semesta, sebab aku percaya hatiku akan semakin kuat dan aku bisa mendapatkan apa yang sudah aku tanam selama hidupku.

Jadi, aku hanya berharap aku tidak menyerah di tengah jalan. Tahun 2020 baru saja dimulai, biarlah kesedihan dan kekecewaan ini berakhir sampai di sini. Kuatkan aku dan bantu aku agar aku bisa tetap menjadi diriku yang tulus, bahagia apabila orang lain bahagia, dan bersyukur setiap harinya.

Biarpun aku dilupakan, dianggap tidak ada, dijadikan pilihan kedua, dan dipermainkan oleh semesta, aku akan tetap bersyukur dan berjuang agar aku bisa menjadi seseorang yang lebih bahagia lagi.

Terima kasih sudah menjadi kuat. Tetap jadi dirimu yang tulus. Jangan pernah berubah hanya karena sekelilingmu memintamu untuk meredupkan cahayamu. Tetap pancarkan cahaya kasihmu dengan tulus.

Kamu adalah seseorang yang penuh.
Kamu dipenuhi cinta.
Jangan lupa bahagia.

Kilas balik,
oleh Senjakala.

Minggu, November 01, 2020

050 ㅡ Kamu akan tahu seberapa aku selalu berusaha memberikan yang terbaik.

1 Januari 2020, Senjakala.

Jika kamu mengenal aku lebih dalam, kamu akan tahu seberapa aku selalu berusaha memberikan yang terbaik. Aku tidak ingin menganggap diriku adalah orang yang baik, tetapi aku berani menjamin bahwa aku selalu tulus, karena aku percaya, apabila aku tulus kepada orang lain, maka orang lain pun akan memperlakukan aku dengan tulus juga. Apakah karena aku terlalu tulus, mereka yang ada di sekelilingku menganggapku mudah dan lemah? Mereka berulang kali membuat aku merasa hancur sehancur-hancurnya. Mereka yang tidak pernah aku bayangkan bisa memperlakukan aku dengan rendah, ternyata memendam perasaan ingin menghancurkan diriku. Jujur saja, inilah alasan mengapa aku tidak berniat berjalan keluar kediamanku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku hanya berusaha mencintai orang-orang terdekatku dengan sepenuh hati, tetapi mereka selalu melupakan aku dan menganggap aku tidak pernah ada. Mereka hanya mengingat dan membutuhkan aku di saat mereka dalam kesusahan, tetapi di saat mereka bahagia, aku tidak pernah ada di sana. Bukan masalah, sebab hatiku sudah penuh, apabila mereka bahagia.

Aku tidak kecewa pada diriku dan hidupku. Aku sudah banyak belajar tentang kehidupan, sehingga aku bisa memunculkan perasaan bangga pada prinsip dan pilihan hidupku. Aku hanya kecewa pada perlakuan mereka kepadaku. Secara sengaja maupun tidak, aku tidak tahu dan tidak ingin peduli. Aku hanya khawatir, jikalau suatu hari mereka diperlakukan sama seperti bagaimana mereka memperlakukan aku, apakah mereka sanggup? Aku rasa mereka akan lebih terpuruk dariku. Mereka akan meronta-ronta, mempertanyakan kesalahan apa yang mereka perbuat kepada Tuhan. Aku tidak akan seperti itu, karena aku tahu Tuhan sayang padaku. Maka dari itu, aku diperkenalkan dengan begitu banyak perasaan yang tidak pernah bisa aku bayangkan sebelumnya bisa terjadi padaku.

Kilas balik,
oleh Senjakala.

Sabtu, Oktober 31, 2020

049 ㅡ Lebih baik aku menutup pintu hatiku rapat-rapat.

1 Januari 2020, Senjakala.

Lagi, lagi. Aku terluka lagi. Menjelang akhir tahun 2019, aku mulai melemah karena satu dan dua hal yang sempat membuatku terkejut. Meski begitu, aku tetap tegar dan berusaha untuk tetap kuat. Tetapi ketika orang yang sempat membuat hatiku remuk kembali memecahkan hatiku yang sudah aku rangkai sedemikian rupa, tangisku pecah dan pertahananku runtuh. Aku yang sudah bangkit, kini berada di titik terendah lagi. Aku terluka, kecewa, dan ingin menyerah, sebab aku mulai rapuh, tidak kuat menerima kesedihan yang datang bertubi-tubi. Oleh karena itu, aku akan menutup segalanya.

Lebih baik aku menutup pintu hatiku rapat-rapat hingga tak ada yang berani masuk, bahkan mengetuk sekali pun tak akan aku persilakan. Aku akan mengunci kastil kecilku dengan baik. Aku akan menjaga hatiku dan hanya akan menerima perasaan yang aman. Aku tidak akan terbuai oleh kenyamanan yang fana. Aku tidak akan lagi berusaha untuk mencari dan menerima. Aku hanya akan merangkul diriku sendiri.

Kilas balik,
oleh Senjakala.

Jumat, Oktober 30, 2020

048 ㅡ Kecewa.

1 Januari 2020, Senjakala.

Aku mengawali tahun baruku dengan merasakan kekecewaan yang luar biasa. Aku sudah belajar untuk tidak lagi menaruh harapan kepada orang lain di tahun 2019. Tetapi menjelang 2020, aku lagi-lagi terlampau bahagia hingga aku lupa untuk menjaga hatiku. Kini hatiku jatuh lagi. Aku kembali menaruh harap pada sesuatu yang tak pasti. Sesuatu yang membuat aku tertatih lagi untuk kesekian kali. Tidak pernah terpikirkan olehku, bahwa aku bisa sesakit ini lagi.

Kedatangannya yang tiba-tiba membuat aku berpikir ini adalah pertanda kasih. Dia menjadikan aku seorang teman cerita. Dia membuat aku menjadi seseorang yang ceria. Dia membuat aku berpikir aku istimewa. Nyatanya semua hanya pura-pura. Ketulusan hatiku sirna begitu saja, apalagi ketika sekelilingnya bisa membuat dirinya lebih bahagia. Apalah aku ini yang hanya bisa tulus mengucap kata dan memperlakukan dia bagai seseorang yang sempurna. Aku bukan siapa-siapa, maka tak pantas aku berharap lebih.

Kilas balik,
oleh Senjakala.

Sabtu, Oktober 24, 2020

042 ㅡ Terima kasih untuk semua waktu yang berlalu.

Terima kasih;
untuk semua waktu yang berlalu,
untuk segala rindu yang palsu,
dan harapan yang kamu hempaskan.

Kamu berulah, aku mengalah.
Kamu benar-benar meninggalkan aku, maka aku akan menghapusmu tanpa ragu.

Aku tak akan mencari pengganti,
bukan karena kamu tak terganti,
melainkan karena aku akan mulai meniti langkahku seorang diri.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, Oktober 18, 2020

036 ㅡ Hanya akan memilih dia yang mencintai sepenuh hati.

Ini adalah kisah tentang angan dan kenyataan.
Bukan tentang dia yang tanpa sadar membuatku jatuh cinta, kemudian menghempaskan diriku begitu saja. 
Semua begitu indah, sampai suatu hari dia mematahkan sayapku, dan mencampakkan aku kembali ke tanah. 

Aku pernah bermimpi; seorang pria menghampiriku yang sedang duduk sendirian di sebuah taman.
Tanpa kawan; aku memang sedang tenggelam dalam pikiran tentang angan. 

Dia mampir dengan maksud menjadi titik akhir dari seluruh penantian panjangku.
Setidaknya, itulah yang aku harapkan menjadi satu alasan pasti mengapa dia datang ke dalam hidupku. 

Aku tak peduli siapa dia, setampan apa rupanya.
Aku tak memimpikan seorang pangeran berkuda putih datang membawa emas dan berlian.
Aku pun tak berangan ingin dihujani pujian dan harta kekayaan.
Aku tidak butuh semua itu.

Bohong, pasti ada yang anggap aku hanya melakoni peran.
Atau, memang sudah ucapkan kata untuk menceramahiku.
Aku memang begini, tak suka hal-hal tinggi.
Hanya akan memilih dia yang mencintai sepenuh hati.

Salam hangat,
Senjakala.