Kamis, Desember 31, 2020

110 ㅡ Oleh karena itu.

Oleh karena itu, suatu hari kamu akan dijadikan yang pertama.
Oleh karena itu, suatu hari kamu akan dicintai dengan penuh rasa.
Oleh karena itu, suatu hari kamu akan punya semua cinta di dunia.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, Desember 30, 2020

109 ㅡ Dan.

Dan, pada akhirnya semua luka akan sembuh dengan sendirinya.
Dan, pada akhirnya semua rasa akan hadir dalam berbagai wujud berbeda.
Dan, pada akhirnya semua cinta yang kamu terima akan buat kamu bahagia.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, Desember 29, 2020

108 ㅡ Sebab.

Sebab, tidak ada patah yang selamanya.
Sebab, tidak ada cinta yang hanya beri luka.
Sebab, tidak ada cerita yang tak berakhir bahagia.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, Desember 28, 2020

107 ㅡ Jadi.

Jadi, kamu tidak perlu merasa paling tersiksa.
Jadi, kamu tidak perlu anggap diri paling hina.
Jadi, kamu tidak perlu hidup dalam penjara.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, Desember 27, 2020

106 ㅡ Tetapi.

Tetapi, cerita ini tidak melulu hanya soal kamu.
Tetapi, semesta tidak berputar hanya untuk kamu.
Tetapi, hidup tidak selalu hanya tentang aku dan kamu.

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, Desember 26, 2020

105 ㅡ Terkadang.

Terkadang, kita perlu terjatuh untuk kembali utuh.
Terkadang, kita perlu sakit untuk bisa rasakan pahit.
Terkadang, kita perlu meragu untuk bisa bertumbuh.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, Desember 25, 2020

104 ㅡ Mungkin.

Mungkin, rasanya terlampau pedih untuk dijalani.
Mungkin, rasanya ingin selalu menangis lirih.
Mungkin, rasanya tidak mampu bangkit lagi.

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, Desember 24, 2020

103 ㅡ Menjadi dewasa.

Menjadi dewasa; tidak perlu tahu segala pun tak mengapa.
Menjadi dewasa; tidak perlu paham segala pun bukan masalah.
Menjadi dewasa; tidak perlu rasa hancur sebagai pelipur lara.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, Desember 23, 2020

102 ㅡ Pilu sembilu.

Aku tidak lagi melihat ke belakang, jadi jangan merasa terkekang.
Aku tidak lagi akan beri kesempatan, biar semua jadi kenangan.
Aku tidak lagi dirundung pilu, sebab hati sudah tak lagi tersayat sembilu.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, Desember 22, 2020

101 ㅡ Tentang meninggalkan.

Tentang meninggalkan;

semua terjadi hanya untuk jadi pelajaran,
supaya kelak punya banyak pengalaman,
dan kenangan yang tak mampu dilupakan.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, Desember 21, 2020

100 ㅡ Tentang melupakan.

Tentang melupakan;

lepas saja tidak perlu lupa,
sebab semua ada untuk cerita,
supaya kelak benar bisa bahagia.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, Desember 20, 2020

099 ㅡ Tentang melepaskan.

Tentang melepaskan;

percaya tidak semudah itu,
hanya perlu menutup pintu,
agar bisa temukan cinta baru.

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, Desember 19, 2020

098 ㅡ Jurnal kelabu.

Dalam jurnal kelabu;

aku tak lagi goreskan tinta untuk tutupi luka,
aku tak lagi berharap ada cinta yang nyata,
aku tak lagi letakkan bahagia di pundaknya.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, Desember 18, 2020

097 ㅡ Rindu cahaya rembulan.

Dalam rindu cahaya rembulan;

aku sudah mulai berjalan,
tak masalah tiada teman,
asal perlahan sampai tujuan.

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, Desember 17, 2020

096 ㅡ Senja kala merindu.

Dalam senja kala merindu;

aku melupakan cerita kita yang kini tinggal aku,
aku menutup pintu hati untuk semua yang semu,
aku meninggalkan segala kenangan di masa lalu.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, Desember 16, 2020

095 ㅡ Rinai hujan semesta.

Dalam rinai hujan semesta;

aku lahir dengan semua tentangku berakhir getir,
aku tumbuh dengan semua tentangku buat ragu,
aku dewasa dengan semua tentangku dipaksa.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, Desember 15, 2020

094 ㅡ Hidup itu tentang sandiwara.

Hidup itu tentang sandiwara;

tentang bahagia yang tak tahu ke mana,
tentang luka yang pura-pura tak dirasa,
dan sisanya hanya seadanya saja.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, Desember 14, 2020

093 ㅡ Aku, terungku karsa.

Aku sebenarnya sudah lelah melangkah untuk cari bahagia
Aku sebenarnya sudah lelah mencoba untuk jadi bahagia.
Aku sebenarnya sudah lelah mendamba hadirnya bahagia.

Aku, terungku karsa.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, Desember 13, 2020

092 ㅡ Aku, terungku buana.

Aku masih terus mencari dengan dibekali beratnya ekspektasi.
Aku masih terus mencari dengan patah hati di genggaman jari.
Aku masih terus mencari sesuatu yang tak pasti.

Aku, terungku buana.

Salam hangat,
Senjakala.

Sabtu, Desember 12, 2020

091 ㅡ Aku, terungku waktu.

Aku sedang tersesat di suatu tempat yang buat penat.
Aku sedang tersesat di suatu waktu dalam tempo tertentu.
Aku sedang tersesat di suatu masa yang tidak bahagia.

Aku, terungku waktu.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, Desember 11, 2020

090 ㅡ Seandainya semua cinta di dunia, aku punya.

Seandainya semua cinta di dunia, aku punya.
Seandainya semua cerita di dunia, berakhir bahagia.
Seandainya semua tawa di dunia, adalah selamanya.

Salam hangat,
Senjakala.

Kamis, Desember 10, 2020

089 ㅡ Sebab jodoh dijaga Tuhan lebih aman.

Tidak apa saat ini tak bersama, sebab semua ada waktunya.
Tidak apa tak tahu arah jalan, sebab cinta tetap akan tepat sasaran.
Tidak apa saat ini berjauhan, sebab jodoh dijaga Tuhan lebih aman.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, Desember 09, 2020

088 ㅡ Mungkin aku ini kikir.

Sempat aku berpikir, mungkin aku ini kikir.
Maka dari itu, aku selalu bertemu yang hanya mampir.

Sempat aku berpikir, mungkin aku ini petir.
Maka dari itu, aku selalu bertemu yang buat khawatir.

Sempat aku berpikir, mungkin aku ini nadir.
Nyatanya, aku hanya puisi lama seperti syair.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, Desember 08, 2020

087 ㅡ Bukan salahmu, kapal itu tidak berlabuh.

Bukan salahmu, kapal itu tidak berlabuh.
Bukan salahmu, kamu hanya menjadi tamu.
Bukan salahmu, aku dan kamu tidak menyatu.

Kendati teteskan air mata, aku tersenyum sederhana.
Kendati protes pada semesta, aku tuliskan cita-cita.
Kendati menyerah pada dunia, aku percaya ada ujung bahagia.

Salam hangat,
Senjakala.

Senin, Desember 07, 2020

086 ㅡ Sebab itu, semua sudah berlalu.

Tahukah kamu, hati ini beku?
Tahukah kamu, rasanya semu?
Tahukah kamu, aku merindu?

Walau begitu, ada baiknya menjauh.
Walau begitu, tak lagi pilu.
Sebab itu, semua sudah berlalu.

Salam hangat,
Senjakala.

Minggu, Desember 06, 2020

085 ㅡ Pilu membiru.

Teruntuk Senjakala (2030),

Semalam langit bernyanyi merdu, pertanda ada yang merindu.

Aku termangu di dalam kamar sempit yang aku jadikan ruangan ternyaman di dalam bangunan ini tatkala Sang Langit bersenandung merdu. Langit bernyanyi begitu kencang hingga duniaku ikut berguncang. Mendengar gemuruh yang gaduh, aku tidak ragu lagi untuk ikut menyuarakan isi kalbu. Tangisan sebagai buah dari perpisahan kukeluarkan bagai nyanyian.

Aku tidak lagi bersama dengan dia. Bukan karena aku ingin menyerah, tetapi keadaan mendukung untuk berserah. Oleh karena itu, pasir yang berada dalam genggaman tangan, aku lepas hingga tidak tersisa sedikit pun. Ini tidak baik bagi hati, sebab akan ada luka yang tak bisa terobati. Namun, kali ini aku putuskan, bahwa aku tidak ingin lagi menyakiti. Aku berharap bisa berhenti melukai.

Terkadang aku merasa dunia ini tidak adil. Ketika ada dua insan yang pandai mempertahankan segalanya yang mereka miliki, maka angin berhembus seakan tidak memberi restu. Mengapa dua insan yang sudah memiliki harapan akan masa depan harus dimusnahkan keadaan? Ketika dua insan bertemu dengan maksud ingin bersatu hingga akhirnya bisa mengucap janji untuk selamanya, mengapa harus ada perisai yang membuat cinta yang murni tak lagi berarti?

Apakah terulang lagi? Lagi-lagi ini adalah mimpi yang aku buat nyata. Lagi-lagi aku dipermainkan semesta. Sampai kapan luka yang selalu singgah? Kapan cinta yang tak mengundang air mata tinggal untuk selamanya? Mungkin di saat aku sudah selesai belajar semua tentang perjuangan. Mungkin di saat pelajaran hidup sudah aku ambil semua. Mungkin di saat aku sudah lebih dewasa. Mungkin di saat aku sudah mencintai dengan benar. Mungkin di saat aku tidak lagi punya harapan. Di situ akan ada titik terang yang menuntun aku menuju kebahagiaan.

Kali ini sungguh aku pikir akan bersama selamanya. Ternyata kekuatanku hanya sebatas ini. Aku tidak sekuat itu untuk pertahankan milikku di hadapan banyaknya selera dan nilai yang ada di dunia. Aku belum kuat untuk berdiri sendiri. Aku menyerah pada keadaan yang memaksaku untuk melepaskan segalanya. Memang aku yang terlalu lemah. Memang aku yang terlalu mudah dipermainkan oleh semesta.

Meski begitu, aku bersyukur Tuhan pertemukan aku dengan dia yang menghujani aku dengan cinta. Aku bersyukur kami pernah bertemu dan sempat mengukir kisah bahagia yang akan aku ingat selamanya. Aku tidak akan pernah melupakan satu momen pun. Semuanya akan aku kenang dalam memori yang kusimpan rapih dalam hati karena dia sudah mengajarkan aku, bahwa cinta itu sabar, cinta itu penuh, cinta itu sederhana, cinta itu tidak hanya tawa tapi juga air mata, cinta itu berawal dari tatap yang akhirnya jatuh ke hati, cinta itu menemukan keselerasan, cinta itu menerima, dan cinta itu memberi dengan sepenuh hati.

Aku belajar untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Aku sadar, aku masih perlu banyak belajar. Aku masih belum mampu untuk mempertahankan segalanya. Aku masih belum siap untuk merasa hidup. Aku mudah terombang-ambing. Oleh karena itu, aku tidak pantas berdiri di sampingnya. Aku tidak bisa penuhi keinginannya. Maka aku akan berhenti sejenak dan menutup telinga. Aku tak akan mendengar kebisingan dunia yang memekakkan telinga. Aku tak akan lagi mengucap kata cinta hingga waktu menyembuhkan semua luka yang ada. Aku tak akan lagi berharap lebih dari orang-orang yang hadir ke dalam hidupku. Kali ini, aku pastikan aku akan berjalan sendirian. Biar aku menata ulang kehidupanku. Biar aku bangun benteng untuk menjaga hatiku. Aku pastikan tak akan ada yang bisa runtuhkan benteng itu.

Aku tidak lagi berani untuk mulai mencintai. Entah sudah berapa kali aku katakan ini. Aku sampai tidak bisa berhitung lagi. Sudah berulang kali aku katakan, bahwa aku tidak akan berani untuk maju ke depan dan berharap aku bisa dapatkan cinta yang sesungguhnya. Sebelumnya, aku dijadikan pilihan kedua. Kali ini aku dicintai dengan benar, tetapi semesta membuatku hanya bisa menatap nanar. Aku kehilangan akal hingga akhirnya memutuskan untuk diam di tempat. Iya, aku akan mengunci diri. Aku akan membenahi hati hingga suatu hari nanti siap untuk mulai lagi. Hanya waktu yang tahu kapan aku akan mulai membuka pintu untuk sekadar bertemu dengan mereka yang ingin bertamu.

Maafkan aku yang lemah. Maafkan aku yang selalu saja menyerah. Maafkan aku yang lagi-lagi kalah dari semesta. Permainan ini sungguh memilukan, tetapi aku yakin ada ujung yang bahagia. Walau bukan sekarang, mungkin suatu hari nanti. Suatu hari nanti ketika matahari bersinar tidak untuk semua orang. Suatu hari nanti ketika bulan datang tidak untuk menggantikan matahari. Suatu hari nanti ketika bintang tidak lagi sembunyi di balik gumpalan awan yang menutupi cahayanya. Mungkin saat itu aku yakin aku bisa bersinar paling terang. Aku yakin hari itu akan tiba, tetapi tidak dalam waktu dekat ini. Aku tidak akan menyerah pada kebahagiaan yang ada di ujung kehidupanku. Aku tidak akan berhenti mencari, tetapi sekarang biarkan aku istirahat sejenak untuk mengisi energi. Biarkan aku menyalahkan diri supaya kelak kuat berdiri lagi.

Malam ini hatiku pilu membiru, dan butuh waktu untuk membuatnya kembali menyatu.

Dari Senjakala (2020).

Sabtu, Desember 05, 2020

084 ㅡ Selalu ada hari baru untuk mereka yang merasa penuh.

Jangan pernah meragu,
sebab selalu ada hari baru
untuk mereka yang merasa penuh.

Jangan pernah menyerah,
sebab selalu ada bahagia setelah luka
untuk mereka yang percaya.

Salam hangat,
Senjakala.

Jumat, Desember 04, 2020

083 ㅡ Semoga bisa jadi bekal untukmu kelak.

Teruntuk Senjakala (2030),

Selamat malam, Senjakala. Aku ingin bercerita tentang khawatir yang tak kunjung berakhir, bimbang yang membuat hati terguncang, air mata yang jatuh sia-sia, dan kepala yang begitu keras memikirkan tentang amarah. Jujur saja, aku sendiri tidak paham akan kekhawatiran apa yang aku rasakan saat ini. Aku yang selama ini selalu mengumandangkan perihal semua ada waktunya dan kita tidak perlu paham segalanya ini mendadak merasa ragu, dan butuh setidaknya seseorang sampaikan afirmasi yang sama.

Aku belajar dari apa yang aku rasakan beberapa hari belakangan ini. Ada momen saat aku merasa sepertinya aku tidak peduli, tetapi nyatanya aku peduli juga. Ada masa ketika aku merasa semua begitu berarti, tetapi ada pula kalanya aku jatuh dan merasa semua hanya mengundang perih. Aku sadar bahwa aku tidak sempurna. Maka dari itu, perlahan aku mulai mengkaji kembali akan semua perasaan yang berenang di kepalaku.

Aku duduk di dalam sebuah ruangan dengan meja kayu sebagai alas dari peta perasaan yang aku gelar. Satu demi satu perasaan khawatir dan bimbang kembali mengisi relung hati. Tetapi kali ini berbeda, sebab tampak banyak cabang yang membuat aku bisa melihat dengan lebih baik dan mendengar dengan lebih jelas. Sempat aku mengira, aku ini manusia yang paling egois. Sempat aku merasa, aku ini manusia yang sebenarnya paling tidak bahagia. Sempat aku melabeli diriku sebagai seseorang yang tidak pantas dicintai. Nyatanya aku hanya manusia biasa yang kadang bisa lemah. Nyatanya aku hanya sedang terlalu banyak berpikir. Mungkin aku harus kembali dan terus-menerus mengulang kalimat yang berisi; aku tidak perlu paham segalanya yang ada. Semesta bisa bekerja untuk diriku dan orang-orang yang aku cintai.

Melalui surat ini, aku ingin sampaikan beberapa hal yang aku rasakan. Semoga bisa jadi bekal untukmu kelak. Semoga bisa kamu baca kembali dan kamu yakini lagi, bahwa kamu pernah khawatir akan pilihan, kamu pernah bimbang akan masa depan, dan air matamu pernah jatuh tanpa sebab. Tapi kamu berhasil melewati semuanya. Aku yakin saat ini kamu sedang berdendang sambil bersenandung, karna hidupmu dipenuhi cinta kasih darimu kepada dunia dan dari dunia kepadamu. Kamu dicintai semesta. Maka dari itu, dengarkan curahan hati ini yang aku harap bisa membantumu terbang lagi saat melemah nanti.

Urusanmu bukan soal masa depan. Kamu hanya perlu percayakan kepada Tuhan. Semesta akan bekerja untukmu. Mereka yang sudah sepatutnya berjumpa, akan dipertemukan lewat jalan apa saja. Mereka yang sudah selayaknya bersama, akan diperkuat cintanya. Mereka yang sudah sepantasnya bersatu, akan dipersatukan Tuhan di waktu yang tepat. Urusanmu adalah soal menjalani kehidupan ini dengan penuh kepercayaan. Jangan meragu. Jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja.

Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Tetapi dengan itu pula kamu diminta untuk tetap percaya dan berusaha menenangkan hati dari segala amarah. Bukan amarah kepada orang lain, tetapi pada dirimu sendiri. Ingatlah, kamu tidak perlu menjelaskan semuanya kepada dunia, sebab pada akhirnya hidupmu hanya milikmu. Kamu tidak perlu paham segalanya tentang semesta, sebab pada akhirnya semua cerita merupakan hadiah dari Yang Maha Kuasa. Kamu hanya perlu tenangkan dirimu. Katakan, bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Tuhan bisa beri kamu segalanya dalam satu waktu, dan Tuhan bisa renggut segalanya di waktu yang sama. Jadi, runduk ke bawah, Senjakala. Jangan terlalu sering menengadah. Nanti tengkukmu sakit. Itu hanya akan mengundang perih. Jangan pula dengarkan mereka yang berteriak, tetapi dengarkan isi hati yang berbisik, karena kamu yang paling tahu semua yang bisa membuatmu bahagia.

Apabila semua yang kamu lakukan saat ini membawa kebahagiaan untukmu, pertahankan. Jangan pernah meragukan cinta. Cinta itu murni. Kasih itu abadi. Perjuangkan, beri dukungan, dan jangan pernah biarkan semuanya hanya menjadi kenangan. Tenang, semua keraguanmu akan digantikan dengan kepastian. Semua kekhawatiranmu akan digantikan dengan ketetapan. Semua kekalutanmu akan digantikan dengan ketenangan batin. Oleh karena itu, kamu harus percaya, bahwa bila Tuhan sudah beri restu, pada waktu yang tepat semua akan berjalan seperti yang tertulis di dalam garis hidupmu.

Pertahankan misimu yang ingin mencari kebahagiaan batin di dunia ini. Pertahankan orang-orang yang masih setia menemani langkahmu. Pertahankan niat untuk menjadi penuh dalam kesederhanaan. Kamu pantas bahagia. Kamu layak dicintai. Ingat lagi, ya. Pada akhirnya, kamu bahagia karena kamu memang merasa bahagia. Bukan karena kamu membahagiakan orang lain. Bukan karena orang lain bahagia, maka kamu bahagia. Pertahankan keyakinanmu, bahwa semua akan baik-baik saja, dan masa depan yang bahagia akan menjadi hadiah luar biasa bagi yang percaya.

Orang yang kuat adalah dia yang mampu mempertahankan miliknya di hadapan banyaknya selera dan nilai yang ada di dunia. Jadilah orang yang kuat, Senjakala. 

Dari Senjakala (2020).

Kamis, Desember 03, 2020

082 ㅡ Bersamaku, langit merindukanmu.

Terkadang aku berharap bisa kembali ke masa lalu. Bukan untuk mengubah segala sesuatu, tetapi untuk merasakan beberapa hal dua kali.

Malam ini, hujan.
Bersamaku, langit merindukanmu.

Alih-alih menutup kepala dengan menggunakan kedua tangan untuk menghalau titik air yang mulai membasahi sekujur tubuh, aku membiarkan isak tangis dari Sang Langit menyentuh raga dan hatiku.

Aku menengadah, menutup mata, dan membayangkan wajahmu. Enggan memanggil kembali sebuah kisah yang sudah lama terpendam, tetapi dengan berat hati kukatakan, "Aku merindukanmu."

Rinduku berupa lembaran kertas yang tertumpuk menjadi suatu rangkaian surat dengan goresan bolpoin dari hati. Rinduku begitu tebal sampai langit ikut bersuara mengucap asa. Apakah kamu bisa mendengar suara itu?

Laki-laki berperawakan lebih tinggi dariku yang setiap langkahnya membawa pesona, meninggalkan seberkas cahaya dalam kedua bola mataku setiap kali memandang. Popularitas membuat namamu melambung, dan membuatku harus berpikir dua kali untuk mendekat. 

Kamu, yang tak bisa kusentuh.

Aku ingat. Saat itu, aku melihatmu berjalan di lorong sekolah. Dalam diam, aku memotret paras menawanmu untuk kujadikan penyemangat hidup. Bahagia bukan main walau hanya memandang dari kejauhan. 

Oh, Tuhan. 
Jantungku berdetak cepat. 
Apakah ini rasanya jatuh? 
Jatuh hati, rupanya.

Mereka menertawakanku yang diam-diam selalu memujamu tanpa pernah berhenti. Keras kepala, tidak tahu malu. Di mana harga dirimu?

Tidak ada yang membela, hanya caci maki yang dilontarkan ketika raga berkumpul bersama para persona tak punya hati.

Mereka, yang tidak percaya cinta.

Tahukah engkau, seseorang yang tidak dapat kumiliki, ketika mereka menggunakan segala cara untuk menyadarkanku bahwa kamu tak akan pernah menyadari presensiku, apa yang aku katakan kepada mereka?

"Ketertarikan adalah bahagia yang sederhana."

Maka, banyak pertanyaan mereka berikan dengan maksud ingin mencari kelemahanku. Masih dalam usaha ingin menyadarkanku bahwa kamu tak akan pernah berniat menemukanku di tengah keramaian.

Kamu, adalah bintang yang paling terang.
Aku, hanyalah pengagum bintang.

"Tidakkah kamu sakit karena tak mendapatkannya?"

Sebuah pertanyaan kudapatkan, dan aku tersenyum. 

"Kamu akan belajar, belajar, dan belajar, dan belajar lagi sampai kamu benar-benar dewasa. Sampai kamu yakin, bahwa jawaban itu pasti: Tidak. Kamu tidak akan pernah sakit, jika kamu benar-benar memahami."

"Mengapa?"

Mereka meminta alasan. 

"Kamu akan selalu ingin berada di sampingnya dan memandangnya tertawa, karena rasa sayang tidak akan pernah hilang, meskipun raga tak kamu miliki. Kamu akan bahagia hanya karena tertawa bersamanya dari kejauhan."

Kemudian, aku menegaskan pernyataan yang aku buat nyata sebagai jawabanku.

"Suka dan sayang adalah dua hal yang berbeda. Ingatlah, setiap kali kamu berada di sampingnya ... bersiaplah untuk kembali jatuh hati. Mengapa? Karena rasa sayang tak akan pernah hilang."

Aku menjelaskan jawabanku dengan menggunakan 'kamu' karena aku ingin kamu yang tidak pernah bisa kugapai, kamu yang selalu kunantikan kehadirannya, dan kamu yang pernah hadir dalam hidupku sebagai bintang; tahu seberapa besar keinginanku untuk hanya menatapmu dari jauh.

Tidak pernah ada keraguan dalam mengambil sebuah keputusan. Mulai dari meyakinkan diri untuk memantapkan hati sebelum mulai menyukai, sampai kepada perpisahan secara sepihak yang aku tetapkan sebagai keputusan untuk berhenti memandangmu, sebab perih dalam dada mulai terasa.

"Tanya hatimu, tetapi pakai otakmu. Perasaan, pemikiran, dan kenyataan di sini adalah tiga hal yang berbeda."

Aku mengatakan kalimat itu untuk menampar diriku sendiri. Berulang kali kukatakan agar hatiku benar-benar perih hingga air mata pun membasahi kedua pipi. Aku menangis.

Setelah kudapati diriku jatuh terlalu dalam, dan kamu tidak juga menolehkan kepala untuk mencoba menyelamatkanku, aku meyakinkan diri bahwa aku tak akan lagi mencoba berharap. Aku belum benar-benar berharap. Aku hanya ingin mencobanya. Namun, semua itu tak akan kulakukan lagi.

Kini, aku tak akan lagi berdiri di sampingmu, terdiam mendukungmu dalam kesedihanku. Aku akan memberanikan diri untuk berjalan maju. Berjalan maju ke tengah-tengah keramaian sampai kamu  menemukanku. 

Aku tak akan menunggu lagi.
Aku tak akan berusaha lagi.
Aku tidak lelah.
Aku tidak menyerah.
Aku tidak menangis.

Aku hanya harus mengistirahatkan hatiku karena terlalu sering berusaha mengerti semua tentangmu. Aku masih berusaha mengerti. Aku belum benar-benar mengerti. Aku tidak pandai, tetapi aku mau berusaha mengerti.

Luka lama masih membekas, walaupun tak membuatku menangis lagi. Luka baru tak memberi bekas, namun kenangan akan bagaimana aku mendapatkan luka itu akan selamanya menyayat hati. Lukaku masih belum sembuh. Namun, kini aku menjadi lebih kuat untuk menghadapi kenyataan pahit yang ada di depanku.

Aku akan pergi.
Cari aku.

Jika tidak, maka aku akan benar-benar pergi meninggalkanmu tanpa menoleh ke belakang, dan ketika kamu merasa kehilangan lalu mencariku ... maka saat itulah aku akan mulai menanyakan hatiku kembali.

"Apakah aku masih berdiri di sana menunggunya datang mencariku? Ataukah aku sudah berjalan pergi dari kerumunan itu karena terlalu sakit?"

Suara hatiku yang tak mau didengar oleh siapa pun terekam jelas dalam benak. 

Jawabanku adalah, "Aku tidak lagi di sana ... menunggunya."

Kenyataan telah bertemu dengan sang akhir, lalu mengapa tak aku akhiri juga mimpiku yang hanyalah sebuah angan-angan semata? Kini, aku tak tahu bagaimana cara membedakan mimpi dan kenyataan. Mengapa? Karena terlalu sering bermimpi dalam diam dan bercerita dalam tangis.

Terima kasih untuk hari-hari yang kamu ciptakan bagiku untuk bermimpi. Mungkin banyak hal yang tidak dapat kamu percaya dalam hidup ini, tetapi percayalah bahwa kamu pernah menjadi cinta pertama seseorang.

Cinta pertama seseorang,
Patah pertama Senjakala.

Salam hangat,
Senjakala.

Rabu, Desember 02, 2020

081 ㅡ Kencan petualangan online.

Tak ada yang namanya kebetulan; dan apa yang kelihatan sebagai suatu kebetulan muncul dari suatu sumber takdir yang lebih mendalam.

Setelah terus-menerus "menjomblo" dan tak pernah kencan dengan siapa pun selama beberapa waktu, dengan pengecualian satu kali bencana, kuputuskan bahwa pernikahan bukan takdirku. Ketika menyetir pulang ke rumah tanpa supirku dari sebuah pusat perbelanjaan di suatu malam, tiba-tiba aku menyadari sedang menatap sekilas ke langit lewat jendela depan dan berbicara kepada Tuhan, "Tuhan, aku tidak akan menikah."

Aku menegaskan kalimatku dengan berkata, "Aku tidak sedang ingin bertemu seseorang. Aku sudah punya kehidupan yang menyenangkan. Seorang laki-laki hanya akan membuat hidupku menjadi kacau. Lagi pula, apabila Tuhan menghendaki aku menikah, Tuhan lah yang akan membawakanku seseorang yang tepat pada waktunya. Benar, 'kan?"

Keesokan harinya, aku bertemu dengan seorang teman di sebuah kedai minuman manis. Temanku terlihat skeptis ketika memandangku lewat asap yang menguap dari cangkir susu hangat kami.

"Apakah tak pernah terpikirkan olehmu, bahwa Tuhan menghendaki kamu yang mencari? Memang, kamu adalah seorang nona kaya raya dengan kekayaan keluarga yang tak akan habis sampai tujuh keturunan. Kamu punya anjing Siberian Husky, Alaskan Malamute, Rottweiler, dan Doberman Pinscher, serta kemandirianmu yang selalu dipuji orang-orang tua. Aku rasa, mungkin hubungan yang indah akan memperkaya hidupmu yang sudah nyaman."

Aku menyimpan pernyataan itu di sudut kepalaku. Minggu-minggu berikutnya kadang-kadang kukeluarkan dan kukaji lagi. Tak lupa aku berdoa untuk itu, tetapi pernyataan itu tetap berada di tempat persembunyiannya.

Suatu hari, di tengah ritual mengeluarkan pernyataan itu, kuperhatikan bahwa kata-kata temanku itu semakin membesar. Dengan mengakar, pernyataan itu sudah menyebar seperti tanaman rambat.

Dalam cerita Alkitab tentang Ibrahim—yang mengutus pembantunya mencarikan istri untuk anak lelakinya, Ishak—Ibrahim tidak hanya duduk-duduk saja dan menggoyang-goyangkan ibu jari; menantikan perempuan muda mengetuk pintu kemahnya. Rencana melibatkan tindakan yang direncanakan.

Aku tahu banyak tentang Alkitab, sebab teman seimanku di gereja sering berbagi pengetahuan perihal Alkitab. Kami sering berbagi cerita. Selain itu, kami juga sering membedah soal hubungan antara Alkitab dan kehidupan. Tiba-tiba saja cerita tentang Ibrahim terlintas dalam kepalaku. Entah mengapa, cerita ini memiliki tempat tersendiri di hatiku.

"Baiklah, Tuhan," pintaku. "Jika Engkau menginginkan aku mencari pasangan, lalu tunjukkan padaku bagaimana aku harus memulai pencarian, karena kukira pusat arcade, lapangan bola, dan di bawah batu bukanlah tempat yang Engkau kehendaki."

Tahun ini aku berusia dua puluh tiga tahun dan sama sekali tak paham perihal kencan. Satu-satunya nasihat yang dibekalkan nenek tentang anak laki-laki adalah, "Jangan pernah menelepon anak laki-laki duluan! Nanti kamu dikira perempuan gampangan."

Gampang dalam hal apa? Dalam memecahkan soal matematika?

Aku menyimak nasihat nenek, meski tak setuju. Ini kan zaman modern. Nenek boleh saja sudah menasihatiku agar aku tidak menelepon laki-laki, tetapi beliau tidak pernah menyebut perihal surel.

Suatu malam, aku mendapatkan surel dari seseorang. Dia bertanya apakah aku sudah menikah dan punya anak. Aku berasumsi dia sudah gila. Namun, aku tidak berniat untuk menjawab dengan jujur.

Aku mulai mengetik jawabanku dengan tenang. "Aku sedang belajar untuk menjadi seorang biarawati yang kutekuni dengan sungguh-sungguh. Jadi, bila kiriman surel ini kurang pantas, aku akan menegurmu! Aku bukanlah perempuan yang sedang putus asa."

Keyboard komputerku benar-benar piawai! Teleponku lalu berdering.

"Halo, Senjakala. Aku baru saja mengirimimu surel, tetapi aku sudah tidak sabar dan lebih baik telepon saja. Aku tahu kamu dekat dengan Tuhan. Itulah sebabnya aku ingin bicara denganmu."

Aku tak bisa membayangkan apa yang ingin diobrolkan lelaki ini. Jadi, aku pun bersikap melindungi diri dan siap-siap menutup telepon, kalau itu memang diperlukan.

Dia pun mulai bicara. "Aku tak tahu bagaimana harus mengatakannya. Jadi, aku akan berbicara apa adanya saja. Aku melihat halaman web milikmu tadi malam, dan setelah membaca biografimu, aku yakin kamulah perempuan yang telah lama aku dambakan dalam doaku."

Dia lalu bicara dalam bahasa yang dia yakin kupahami, yaitu ayat-ayat dalam Alkitab. “Jangan membatasi Tuhan, Senjakala, karena bersama Tuhan tidak ada yang mustahil.”

Kata-kata itu langsung menghangatkan hatiku. Meski perasaanku tentang menjalin hubungan dan pernikahan masih sama, aku mau mendengarkan semua yang dia katakan. Rasanya seperti ada mantra tersembunyi dari kalimat yang dia ucapkan. Aku tidak tahu itu apa, tetapi aku yakin ada sesuatu tentang dirinya yang harus aku kenal lebih dalam.

Tepat tiga minggu setelah kami berkirim surel secara rutin, aku mengiyakan janji temu dengannya. Kami berjumpa langsung ditemani aroma kopi yang manis. Dia dengan kopi hitamnya, dan aku dengan susu vanila.

Kami sama sekali tak kesulitan menandai masing-masing, karena sama-sama memajang foto kami yang terakhir. Kami mengobrol berjam-jam dan sepakat untuk bertemu lagi, dan lagi, dan lagi. Perlahan-lahan kami saling mengenal sebagai teman. Aku terkesan oleh budi baiknya, rasa hormatnya kepadaku, dan kenyataan bahwa dia menyukai anjing-anjingku. Kami memiliki banyak sekali kesamaan. Namun, dengan senang hati juga menerima perbedaan di antara kami masing-masing.

Setelah beberapa kali mengobrol, aku dan dia memutuskan untuk mencoba menjalin hubungan jarak jauh. Karena jarak, dia banyak sekali memanfaatkan celah dan bertemu dengan orang-orang yang peduli dengan keadaanku. Kami semua perlu memastikan dialah lelaki yang diakuinya. 

Semua ini terjadi karena kami memilih untuk keluar dari segala sesuatu yang sudah biasa dan menjadi tradisi, untuk memercayai Tuhan, dan mengambil risiko untuk mengenal lebih jauh perihal kencan online.

Kita mencintai bukan dengan menemukan orang yang sempurna, tetapi melihat ketidaksempurnaan dengan sempurna.

Salam hangat,
Senjakala.

Selasa, Desember 01, 2020

080 ㅡ Kita mencintai bukan dengan menemukan orang yang sempurna.

Tidak ada yang namanya kebetulan; dan apa yang kelihatan sebagai suatu kebetulan muncul dari suatu sumber takdir yang lebih mendalam.
Kita mencintai bukan dengan menemukan orang yang sempurna, tetapi melihat ketidaksempurnaan dengan sempurna.

Salam hangat,
Senjakala.