Selasa, September 15, 2020

003 ㅡ Bagaimana, jika kita ubah sudut pandang kamu menjadi aku?

Di saat aku tak mengharapkan kehadiranmu, kamu datang dengan wajah sendu seolah mengungkapkan rindu; mengisyaratkan tak ingin melepasku. Apa-apaan kamu ini? Berulang kali jadikan aku Yang Tersisih; tak pernah malu membuat aku ragu.

Biasanya, aku yang bertanya kepada diriku sendiri;
Apakah aku, yang harus selalu memperjuangkan dirinya?
Apakah aku, yang harus selalu menjadikannya nomor satu?
Apakah aku, yang harus selalu menghujaninya dengan kasih sayang?

Apakah aku, yang harus selalu memberikannya perhatian?
Apakah aku, yang harus selalu mewujudkan impiannya?
Apakah aku, yang harus selalu memanjakannya dengan cinta?
Apakah aku, yang harus selalu merindu dan jatuh sakit?

Apakah aku, yang harus selalu ...
... dan segala pertanyaan lainnya masih kusimpan dalam hati.
Kita sudahi sampai di sini, karena sebentar lagi tangis tak mampu berhenti.
Kita akhiri sampai di sini, sebab aku tak ingin kamu lagi.

Aku bertahan dengan senyuman.

Kubiarkan dia bepergian, tanpa tahu arah pulang.
Kubiarkan dia terjaga, tanpa tahu aku menunggunya pulang.
Kubiarkan dia berkelana, tanpa tahu aku menahan kerinduan.

Kubiarkan dia pergi.

Di saat aku sudah berhenti; menutup hati, berjuang pergi, dan berjanji tak akan kembali, kamu datang tanpa permisi, membuat hatiku lagi-lagi perih; pertanda aku masih di sini, setia menanti.

Jangan tertawa, aku tak sedang bercanda.

Bagaimana, jika kita ubah sudut pandang kamu menjadi aku?
Bagaimana, jika kamu berada di posisi aku?
Bagaimana, jika kamu menjadi aku, yang senantiasa menjaga rindu, menantikan kehadiranmu, tanpa tahu, di mana kamu?

Bagaimana?

Di saat kamu membutuhkanku, maka cari aku, meski kamu harus tahu, aku mungkin saja tak sedang menantikan kehadiranmu.
Di saat kamu menginginkanku, maka kejar aku, meski kamu harus tahu, aku bisa saja sudah tak lagi menginginkanmu.

Jangan mengira, aku akan selamanya setia menunggumu berubah rasa di setiap langkah.
Jangan menduga, aku akan selalu ada setiap kamu membutuhkan aku di sisimu selamanya.
Jangan membual, karena aku tak lagi kenal dirimu dalam khayal.
Jangan minta hal muluk, sebab hatiku sudah terlanjur remuk.

Saat menjadi aku, jangan lupakan kebiasaanku menanyakan kabarmu, meski kamu menjawab hanya di saat kamu membutuhkan aku.
Saat menjadi aku, jangan lupakan kebiasaanku menjadi pendengar setiamu, meski kamu tak sadar, aku memperlihatkan tatapan nanar saat melihatmu liar.

Ingatlah satu hal, aku tak akan mencarimu dan berdiri di sampingmu lagi, sebab aku tahu kamu hanya berlari menemuiku saat kamu butuh.
Ingatlah lagi, aku tak akan menjadikanmu pemilih, sebab aku yang akan memilih.

Salam hangat,
Senjakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡