Sabtu, September 19, 2020

007 ㅡ Hati tak pernah memaksa, aku dan kamu, berakhir sama.

Aku, yang berusaha menerima.
Aku, yang berharap kamu menoleh.
Aku, yang berjuang agar kamu tak sendiri.
Aku dan kamu, yang tak pernah nyata.

Tak tahu arah, mengalah, demi kepala yang diharapkan tertoleh ke belakang.
Tak tentu arah, mencoba marah ketika hati lelah, karena kamu jauh di sana, tak tahu apa-apa.
Tak ingin mencari, namun kamu seolah menari; membuat diri tak berhenti berpikir indahnya sanubari yang terisi akan semua tentangku.

Tahu betul, mana mungkin dari sebuah kebetulan menjadi harapan?
Tahu pasti, mana mampu menggerakkan hati yang telah lama mati?
Atau, nyatanya tak pernah sepenuh hati melihat diri ini tersenyum penuh arti.

Semua sama, pikirmu demikian, bukan?
Boleh, pikirmu bisa melelehkan hatiku.
Sudah, usai kamu lakukan, pun aku tak butuh pertanggungjawaban.

Hati tak pernah menyangka, kamu akan menjadi penjaga.
Hati tak pernah memaksa, aku dan kamu, berakhir sama.
Hati ini berdetak untukmu walau tak paham di mana letak milikmu,
dan yakin, mana mungkin kamu menghentakkan kaki berjalan ke arah di mana aku berada.

Perlahan, aku paham.

Permainan yang melibatkan hati, selalu mengundang perih.
Aku mengangkat tangan, tak mau ikut ambil bagian. 

Sejak dulu sudah aku sampaikan, aku tidak akan memulai semuanya lagi, sebab luka yang diberikan tak pandang buluh. Menyerangku seakan aku mudah untuk ditaklukkan. Aku sempat ketakutan, membayangkan perasaan yang tak pernah berakhir sesuai harapan kembali ke permukaan.

Lantas, untuk apa engkau berkunjung, membiarkan balon harapan yang namamu kusematkan di dalamnya terbang ke angkasa, jika kamu tak berujung ingin tinggal, membuatku mempertanyakan akal yang selama ini kupergunakan untuk membuatmu terpingkal-pingkal?

Salam hangat,
Senjakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡