Selasa, Februari 22, 2022

528 ㅡ Orang menyukai orang yang menyukai mereka.

Kamu tidak akan tahu kebahagiaan
yang ditimbulkan oleh kebaikan hati,
sebab yang terpenting dalam hidup ini adalah
cara kita saling memperlakukan satu sama lain.

Makin banyak yang kita ketahui,
maka makin baik pula kita memaafkan.

Purnama, seorang sahabat karib rangkap kawan mainku, bawa energi dan kehidupan ke dalam tiap-tiap ruangan yang dia sambangi. Juita ini akan pusatkan seluruh atensi kala kamu tengah tuturkan sesuatu, dan dia mampu buat dirimu merasa sangat penting. Banyak insan acungi jempol dan sampaikan; mereka jatuh hati pada sosok Purnama.

Pada suatu hari di musim gugur yang cerah, aku dan Purnama tengah duduk di area belajar kami. Aku arahkan kepala untuk pandang ke luar jendela kala aku lihat salah satu guruku lintasi tempat parkir.

"Aku tak mau bertemu dengannya," kataku.

"Mengapa?" tanya Purnama.

Aku jelaskan sedikit tentang alasan aku enggan tatap muka dengan guru yang satu ini. Di kelas sebelumnya, aku dan si guru berpisah dengan tidak baik. Aku tersinggung oleh saran yang diajukannya, kemudian dia tersinggung karena jawabanku.

"Lagi pula," tambahku, "dia tidak suka padaku."

"Mengapa?" tanya Purnama.

Juita itu tatap sosok guru yang baru saja lewat. "Mungkin kamu salah," balasnya. "Bisa saja kamu yang berpaling, dan kamu melakukannya karena kamu takut. Dia juga mungkin berpikir kamu tak menyukainya, jadi dia tidak ramah. Orang menyukai orang yang menyukai mereka. Kalau kamu menaruh minat padanya, dia pasti juga akan tertarik padamu. Berbicaralah dengannya."

Untaian kata dari Purnama menyengatku. Lantas, ragu-ragu aku turuni tangga ke tempat parkir. Pada akhirnya, aku putuskan untuk sapa guruku dengan hangat dan tak lupa aku tanyakan juga kabarnya.

Sepasang iris hazel pria tua itu bersirobok dengan milikku; dia tampak terkejut. Kami berjalan bersama sambil mengobrol, dan aku mampu bayangkan Purnama awasi pergerakanku dari jendela dengan senyuman lebar.

Jujur saja, aku bisa lakukan ini usai Purnama jelaskan kepadaku sebuah konsep sederhana. Saking sederhananya, aku sampai-sampai tidak percaya kalau aku tak sama sekali ketahui soal itu.

Seperti kebanyakan anak muda, aku tidak merasa yakin akan diriku dan terbiasa hadapi semua pertemuan dengan perasaan takut, bahwa orang lain akan menilaiku; padahal sebenarnya, mereka yang khawatir tentang bagaimana aku menilai mereka.

Sejak hari itu, sebagai ganti lihat penilaian di mata orang lain, aku kenali kebutuhan orang lain terlebih dahulu sebelum berhubungan, dan biarkan mereka berbagi sesuatu tentang diri mereka kepadaku setelah itu. Aku mulai temukan dunia orang-orang yang tak aku kenal. Seandainya aku tidak ubah sikap, aku tak akan tahu sejauh mana dan seberat apa kaki mereka membawa mereka berlari menjemput bahagia walau kadang-kadang malah berjumpa dengan air mata.

Pernah, misalnya, di dalam kereta bawah tanah yang lintasi perbatasan suka dan duka, aku buka obrolan dengan laki-laki yang dihindari semua orang karena dia berjalan goyah dan bicaranya seperti orang mabuk. Ternyata dia sedang memulihkan diri dari serangan jantung. Dia dahulu adalah seorang insinyur pada jalur kereta bawah tanah yang kami tempuh saat ini, dan kala itu dia ungkapkan untukku sejarah-sejarah yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Masinis pemangku marga Langit yang bawa seekor kelinci untuk temani beliau dalam perjalanan; jadi salah satu sejarah paling menarik di antara serangkaian bab dalam buku sejarah itu.

Saat baskara mulai warnai cakrawala, dia genggam tanganku dan pandangi kedua mataku. "Terima kasih, karena sudah mendengarkan ceritaku. Orang lain tak ada yang mau repot." Dia tidak perlu berterima kasih padaku, sejujurnya. Aku yang beruntung.

Ada pula saat-saat lain; di sudut jalan bising area suka terdapat sebuah keluarga yang tanyakan jalan padaku, ternyata mereka berkunjung dari area duka dan kini tengah lakukan petualangan ke kota. Aku tanyakan hari-hari mereka di rumah, lalu sambil minum kopi, mereka kisahkan kepadaku tentang serentetan serial melodrama kehidupan yang menimpa mereka.

Setiap alur pertemuan selalu jadi petualangan, setiap orang beri pelajaran hidup yang tak bisa dibayangkan. Mereka yang berkelimpahan, yang kekurangan, yang berkuasa, dan yang kesepian; semuanya dipenuhi impian dan keraguan sepertiku. Namun, tiap-tiap dari mereka punya kisah yang unik, kalau saja aku bersedia dengarkan dengan baik.

Aku pernah temui seorang gelandangan tua berjanggut yang ceritakan kepadaku; bagaimana dia beri makan keluarganya saat masa depresi hebat dialami seluruh insan di kota kami. Dia perjuangkan hidup sampai pertaruhkan nyawa dengan setiap hari tembakkan senapan ke danau demi kumpulkan ikan-ikan yang terkejut hingga melayang ke permukaan.

Selain itu, kisah petugas lalu lintas yang bagikan pengalamannya tentang bagaimana dia belajar gerakan tangan dari menonton matador dan konduktor orkes, juga beri kehangatan tersendiri dalam batinku. Pegawai salon pula pernah ungkapkan seberapa senang dirinya kala cuma lihat penghuni panti jompo tersenyum usai dapatkan potongan rambut baru.

Sadarkah kita, betapa sering kita biarkan kesempatan untuk bahagia seperti itu lewat begitu saja. Juita yang menurut kebanyakan orang biasa-biasa saja, taruna yang dianggap tak punya apa-apa; orang-orang itu punya cerita, sama seperti aku dan kamu. Sepertimu, mereka memimpikan akan ada orang yang mau mendengarkan kisah mereka.

Inilah sejumput kunci kehidupan yang diketahui Purnama. Katanya, sukai orang terlebih dulu, bertanya-tanya kemudian. Lihatlah dulu, apakah cahaya yang kamu pancarkan kepada orang lain tidak dipantulkan kembali kepadamu seratus kali lipat.

Pada dasarnya, kita semua hanya ingin didengarkan. Terlepas dari idamkan hasrat untuk dicintai, adakalanya kita perlu lebih dahulu ulurkan tangan lalu tanyakan kepada mereka; apakah semua baik-baik saja di sana. Semua dari kita sama-sama butuh pengertian dan perhatian. Maka dari itu, akan lebih baik bila ungkapan cinta banyak dikata, ketimbang lisankan benci yang tidak sepatutnya.

Bersamaku yang coba berubah menjadi lebih baik setiap harinya, maukah kamu genggam tangan ini dan berjalan sedikit lebih jauh lagi untuk jadikan jiwamu versi terbaik dari yang terbaik? Aku berjanji tidak akan tinggalkan sisimu, sebab tiap-tiap dari kita pantas diperlakukan sama. Aku, kamu, dia, kita, dan mereka; semuanya pantas rengkuh bahagia.

Salam hangat,
Senjakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡