Rabu, Februari 23, 2022

529 ㅡ Hidup ini tentang siapa yang kamu cintai dan kamu sakiti.

Berbaik hatilah,
karena semua insan yang kau temui
tengah berjuang memenangkan jutaan pertempuran;

terlepas dari mudah terlewati,
sulit yang setengah mati,
hingga hati berbuah benci.

Jangan pamerkan menang,
bila hanya niat lalu-lalang.

Semasa kelas dua SMP, aku kerap dambakan Junior Stellis Night. Suatu acara retret yang diadakan untuk murid-murid perempuan di sekolahku. Tujuannya adalah untuk bicarakan kehidupan kami; terutama bahas masalah soal kekhawatiran dan kecemasan kami yang ada sangkut-pautnya dengan sekolah, teman, laki-laki, orang tua, keluarga, atau apa saja. Diskusi kami sangat teramat menarik hingga rasanya aku enggan beranjak pulang dari sana.

Jujur saja, aku tiba di rumah dari acara retret itu dengan perasaan gembira yang sungguh besar. Iya, oleh sebab aku telah belajar banyak tentang manusia dan semesta yang akan sangat berguna bagiku.

Aku putuskan untuk simpan pelajaran hidup yang aku terima pada acara retret itu dalam buku harianku; yang merupakan tempatku berkeluh-kesah kala tak ada teman bicara.

Tanpa terlampau banyak buang waktu untuk berpikir, aku biarkan sepasang kuasa bergerak ke arah lemari kecil di samping kasurku. Aku tarik salah satu laci di sana, dan kusimpan harta paling berhargaku di dalamnya. Kemudian, aku bereskan kembali barang-barang bawaanku.

Perasaanku begitu gembira dan puas usai retret itu, sehingga aku lambungkan harapan kala memasuki pekan berikutnya. Namun, ternyata segala yang aku harapkan berujung sia-sia. Pekan itu jadi satu dari sekian banyak pekan yang bawa petaka.

Ini adalah petaka emosional yang tak mampu aku bendung. Seorang kawan benar-benar buahkan luka di hati, aku teringat segala hal yang jatuhkan kepercayaan diriku, dan aku cemaskan nilai-nilaiku yang kian menurun akibat stres.

Bisa dikatakan aku benar-benar tenggelam dalam tangis sampai tertidur, setiap malam. Tadinya aku sempat taruh harap, bahwa apa-apa saja yang aku terima di Junior Stellis Night akan berdampak besar untuk tenangkan diriku, dan bantu aku agar tak rasa tertekan lagi. 

Bagai manusia hanya boleh berharap; yang terjadi malah sebaliknya. Aku mulai berpendapat, bahwa retret yang aku lalui tempo hari hanyalah pereda stres sementara. Rasa kalut begitu lembut tarik aku ke dasar laut, hingga sesak hasilkan sepasang tungkai tak berani berpijak ke mana-mana.

Kala itu, Minggu pagi. Hari yang seharusnya bawa keceriaan pada hati. Aku ingat betul, aku bangun dengan hati berat dan perangai yang buat sebal. Lebih-lebih, aku terlambat ke Sekolah Minggu. Maka dari itu, lekaslah aku kenakan baju apa saja yang tertangkap pandang, kusambar kaus kaki dari dalam laci, kemudian usai sejemang mematut diri di depan cermin, barulah aku beranjak dari ruangan kamar.

Tak pernah aku sangka, aku bisa berani-beraninya tutup pintu dengan keras di rumah ini. Namun, mungkin memang dari sananya aku perlu kuatkan tangan untuk lempar gagang pintu sekeras-kerasnya, sebab karena itu pula entah mengapa buku harianku keluar dari lokasi penyimpanan.

Heran betul, sungguh. Padahal yang aku lempar sekuat tenaga adalah gagang pintu, tapi mengapa laci nakaslah yang berakhir hamburkan isi. Khawatir ada yang pungut lalu baca, refleks aku kembali ke dalam kamar untuk pastikan tanganku yang angkat benda itu.

Kala aku berlutut untuk ambil buku harian itu, tiba-tiba angin yang tidak tahu bertiup dari belahan mana buat aku mampu baca rentetan tulisan di dalam catatan yang aku bubuhkan di sana selama Junior Stellis Night.

Ada serangkaian kalimat yang buat aku tertegun. Salah satu pemimpin retret pernah sampaikan sesuatu yang membekas dalam hatiku; sejumput pelajaran hidup yang patut aku ingat selalu. Oleh karena itu, aku berniat untuk bagikan juga kepadamu. Semoga kamu tidak perlakukan dirimu sendiri dengan terlampau keras.

Hidup ini bukan tentang mengumpulkan nilai. Bukan tentang berapa banyak orang yang meneleponmu, dan juga bukan tentang siapa pacarmu, bekas pacarmu, atau orang yang belum kamu pacari.

Bukan tentang siapa yang telah kamu cium, olahraga apa yang kamu mainkan, atau pemuda mana atau gadis mana yang menyukaimu. Bukan tentang sepatumu, rambutmu, warna kulitmu, tempat tinggalmu, atau sekolahmu. Bahkan, juga bukan tentang nilai-nilai ujianmu, uang, baju, atau perguruan tinggi yang menerimamu atau yang tidak menerimamu.

Hidup ini bukan tentang apakah kamu memiliki banyak teman, atau apakah kamu seorang diri, dan bukan tentang apakah kamu diterima atau tidak diterima oleh lingkunganmu. Hidup bukanlah tentang semua itu.

Namun, hidup ini adalah tentang siapa yang kamu cintai dan kamu sakiti. Tentang bagaimana perasaanmu tentang dirimu sendiri. Tentang kepercayaan, kebahagiaan, dan welas asih. Hidup ini adalah tentang menghindari rasa cemburu, mengatasi rasa tidak peduli, dan membina kepercayaan.

Tentang apa yang kamu katakan dan yang kamu maksudkan. Tentang menghargai orang apa adanya dan bukan karena apa yang dimilikinya. Lebih-lebih yang terpenting, hidup ini adalah tentang memilih untuk bagaimana kamu gunakan hidupmu. Tentang bagaimana kamu menyentuh hidup orang lain dengan cara yang luar biasa dan tak tergantikan.

Hidup ini adalah tentang serangkaian kalimat menguatkan, sederet bahu untuk bersandar, dan segala memori yang kamu berikan kepada orang lain. Hidup ini adalah tentang bagaimana kamu hadiahkan setidaknya sepercik cahaya pada hidup orang lain, dan hidup ini adalah tentang pilihan-pilihan itu.

Usai ambil dan simpan pencerahan dari untaian kata ini, aku berhasil kerjakan ujian sastra dengan baik keesokan harinya. Aku mampu umbar tawa gembira bersama beberapa kawan pada akhir pekan, dan aku berani menyapa pemuda yang aku taksir sejak lama, meski berujung luka karena aku tak dianggap apa-apa, sebab aku bukanlah siapa-siapa. 

Selain itu, aku bisa habiskan waktu luangku bersama saudara-saudari di Sekolah Minggu. Aku juga tak perlu bersikeras untuk dengarkan nasihat dari Suster dan Frater di gereja, malah dengan senang hati aku dengar tanpa keluhan. Bahkan, aku berhasil temukan gaun indah selutut yang bisa aku kenakan ke pesta sekolah, dan kamu tahu, ada yang ajak aku berdansa.

Semua ini bukanlah kebetulan dan keajaiban. Ini adalah perwujudan dari perubahan dalam hati dan sikapku. Aku sadar, bahwa kadang-kadang aku perlu diam sejenak dan ingat-ingat kembali segala hal yang benar-benar penting dalam kehidupan ini. Misalnya, semua yang aku dapatkan dari Junior Stellis Night kala itu.

Tahun demi tahun berlalu, dan ketika aku telah duduk di kelas terakhir bangku SMA, batin yang tenang dan penuh harap kembali ke permukaan. Oleh sebab aku akan hadiri Senior Stellis Night, maka segala cerita yang terjadi saat dan seusai Junior Stellis Night muncul dalam benak bagai sinema.

Namun, tenang, buku harianku masih aku simpan dengan baik tanpa cacat sedikit pun. Seluruh memori akan hari itu, aku biarkan selalu ambil tempat dalam relung hati. Bilamana aku butuh pencerahan lagi, maka lewat buku harian berhargaku, aku mampu lihat kembali setiap kali aku perlu mengingat apa sebenarnya hakikat hidup ini.

Salam hangat,
Senjakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡