Rabu, Maret 09, 2022

543 ㅡ Anak kecil, semesta mungil.

Hari ini semesta pertemukan aku dengan seorang anak kecil. Anak perempuan dengan wajah bundar dan pipi tebal menghampiriku seakan sudah lama betul kenal aku. Tak pakai kasut, pun gaun selutut berwarna kuning terang dengan motif kembang-kembang yang dikenakan tampak sangat compang-camping.

"Jangan lihat aku seperti itu," tegasnya ketika melirik aku yang dari ekor mataku seolah menghakimi penampilannya. "Bajuku tidak jelek. Hanya kurang disetrika. Ibu malas menyetrika. Katanya, punggung sakit setiap harus duduk di balik meja setrikaan."

"Kenapa kamu tidak setrika bajumu sendiri?" tanyaku menggebu-gebu.

Anak perempuan itu mengibaskan sebelah tangannya dengan santai. "Ibu mau menjadikan aku putri. Putri di kerajaan tidak menyetrika bajunya sendiri."

Aku terbahak. Putri dari mana? Putri raja tak pakai gaun rusak dengan bangga. Namun, enggan aku gubris pernyataan dari si kecil. Aku berakhir memamerkan senyuman saja ketimbang harus manyun tak keruan.

"Kalau begitu, siapa namamu?"

Berjinjit sedikit sebelum mencubit ujung gaun robek dan menunduk sekilas, anak perempuan itu memperkenalkan diri ala putri raja.

"Senjakala," adalah nama yang lolos dari celah bibir bocah itu.

"Nama yang cantik," pujiku tulus. "Jadi apa yang membuatmu datang menemuiku?"

"Boleh aku melihat sesuatu dari bola kristalmu?"

Seperti biasa, semua orang yang datang ke bilik pribadiku hendak meminta sesuatu. Hasrat mereka pasti besar untuk mengetahui gambaran masa lalu atau masa depan yang mampu dilukiskan di bola kristal ajaibku.

"Kau berani bayar berapa?" dan aku tak mau merugi. "Kau mau bayar pakai apa?"

"Aku akan bayar dengan usiaku. Ambil secukupnya," jawab Senjakala seraya merentangkan tangan kanan yang di pergelangannya tercetak rentetan angka. "Kalau kurang, kau beri diskon sedikit lah!"

Memutar kedua bola mata dengan sebal, aku mengiyakan. "Ya sudah," pun anggukan aku beri setelahnya. "Kau mau lihat apa dan siapa?"

"Aku mau melihat masa lalu," tercekat leher Senjakala saat itu, "dan lihatlah masa lalu keluargaku."

"Keluargamu ada berapa orang?"

"Empat."

"Empat puluh tahun akan aku ambil dari usiamu sebagai bayaran."

"Ambil saja semaumu."

"Kau yakin?" tanyaku sekali lagi untuk memastikan.

Senjakala mengangguk mantap. "Aku tidak pernah seyakin ini selama menjalani hidup."

Aku usap-usap bola kristal yang terletak di atas meja; siap memanggil masa lalu salah satu keluarga Senjakala yang diucapkan terlebih dahulu.

"Aku punya seorang saudari yang cantik jelita. Ke mana pun kaki melangkah, dia selalu membawa sejuta pesona. Belum lagi banyak laki-laki jatuh hati padanya sampai kami semua memanggilnya primadona. Banyak hal baik terjadi di dalam hidupnya seolah-olah benang-benang masa depannya sudah dirajut sedemikian rupa oleh semesta, sampai-sampai tiap-tiap perjalanan yang dia lewati terasa bagai dongeng klasik yang teramat indah dan mampu memanjakan mata. Aku rindu dan ingin tahu; kira-kira seperti apa masa lalunya? Apa di kehidupan sebelumnya dia berhasil menyelamatkan dunia?"

Salam hangat,
Senjakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡