Kamis, Maret 03, 2022

537 ㅡ What are you sorry for?

Baskara menemani langkah Senjakala menuju di mana Tenggara berada. Angin sepoi-sepoi menyapu surai halus kepunyaan sang hawa hingga berkibarlah mahkota kebanggaan itu mengekori arus pawana yang turut prihatin akan pertemuan tak terduga ini.

Jantung yang berdebar tak keruan membuat Senjakala terpaksa harus memperlambat langkah hingga akhirnya membutuhkan lebih dari lima menit untuk dapat benar-benar tiba di hadapan Tenggara. 

"Tenggara."

Sopran mendayu kepunyaan Senjakala menembus ruang dengar siapa saja di dalam jangkauan, terutama sosok anak adam yang dipanggil namanya. Senyuman kecil terukir kentara di wajah ayu sang ratna.

"Senja," dan bariton khas sarat ketenangan pun berhenti mengalun untuk beberapa saat, sebab Tenggara memberi jeda singkat sebelum lantas melanjutkan dengan, "... kala."

Terkejut bukan main. Iya, sudah pasti. Mana mungkin bisa berkedip kala Senjakala, yang sedari masih duduk di bangku sekolah selalu saja dihindari Tenggara, kini berada di depan mata. Seolah-olah melupakan cara berkedip, adam itu menatap lekat-lekat rupa jelita Senjakala sembari merapalkan doa dan puji-pujian tentang banyak hal. Rindu yang tebal menjadikan lidah teramat kelu. Anggukan sekilas dan senyuman kecil kemudian diberikan Tenggara sebagai respons.

Tenggara tak sama sekali melempar tanya. Padahal jelas-jelas Senjakala datang sebagai pengganti Purnama. Kencan buta ini pun diketahui bukan sembarang pertemuan karena Tenggara adalah laki-laki pilihan kedua orang tua Purnama.

Usai mengambil kopi pemberian Senjakala, Purnama menginisiasi untuk lekas masuk ke dalam museum. Tiada satu insan pun yang berani membuka suara duluan. Senjakala mengedarkan pandang demi memantau lukisan-lukisan yang ada. Di sisi lain, Tenggara terlihat merenung guna menyortir rasa dan kata yang hadir di relung hati.

"Sudah lama ya kita tidak bertemu," kata Tenggara yang berdiri di samping Senjakala dengan netra terpaku pada salah satu lukisan bunga yang didominasi warna jingga.

"Iya, aku rasa sudah lebih dari lima tahun," balas Senjakala dengan posisi tubuh masih menghadap ke depan agar ia tak perlu bersemuka dengan persona di sampingnya.

"Pantas saja tadi kamu menawarkan aku caramel macchiato."
"..."
"You still remember my favorite coffee, Senja."
"Tenggara, I can explain."
"No, you don't have to."
"..."
"Jadi, kamu dan Purnama berteman?"
"We're best friends."
"So, you know aku dan Purnama akan bertunangan?"
"... No, I haven't heard anything about it."
"Now you know, and I'm sorry."
"What are you sorry for?"
"For giving up on us, Senja."
"Don't apologize if you can't change what you're sorry for."

Salam hangat,
Senjakala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡