Teruntuk Senjakala (2031),
Malam ini, aku merasa sedih, sendiri, dan lupa diri.
Bolehkah aku bercerita tentang luka yang masih belum sembuh, dan kesepian yang masih melanda hatiku yang seharusnya bahagia? Bolehkah aku melepaskan kesedihanku padamu? Bolehkah aku menyatakan, bahwa aku masih terluka dan aku tidak sanggup berjalan lagi? Bolehkah aku beristirahat sejenak untuk pulihkan hati?
Aku tidak punya siapa-siapa untuk berkeluh kesah. Mungkin ada yang bersedia mendengarkan, tapi rasanya tidak akan sama seperti bagaimana aku membuka hatiku padamu. Jadi, izinkan aku bercerita dengan air mata mengalir. Perkenankan aku untuk memperlihatkan kelemahanku. Perkenankan aku yang selalu ucapkan kata semangat, kini menangis di pelukanmu. Biarkan aku sejenak merasa lemah.
Jujur, aneh rasanya, ketika dipertemukan kembali dengan seseorang yang dulu pernah mengisi hari-hariku dengan tawa. Dulu sedekat nadi, kini sejauh matahari. Aku tidak berani bersuara, pun tidak berani menyapa. Aku takut. Takut luka yang belum sembuh dan rasa yang aku simpan kembali meluap bagai petasan. Aku dan dia tidak akan pernah bisa kembali menyatu seperti dulu.
Namun, iya, aneh rasanya, ketika aku temukan sepertinya ada sosok aku yang baru di sampingnya. Aku yang dulu paling mengerti dia, kini ada yang menjadi seseorang yang paling mengerti dirinya juga. Aneh, rasanya aneh. Ini kali pertama aku merasakan ini. Jadi, jangan ucapkan kata apa pun, karena aku hanya ingin bercerita.
Aku yang dulu menjadi seseorang yang melindunginya di dalam permainan, kini dia sudah miliki seseorang yang baru. Seseorang yang bersedia mati untuknya, walau dulu aku juga begitu. Tapi kamu tahu, tampaknya perjuanganku dulu hanya sia-sia, karena aku hanya tinggal dalam masa lalunya saja. Bukan masalah, setidaknya aku pernah hidup di dalam hatinya. Tidak apa, setidaknya aku pernah menjadi bagian dari rasa yang tersimpan dalam memori hidupnya.
Aku hanya bingung. Tidak apa bukan, jika aku merasa aneh? Awalnya hanya aneh saja, tapi semakin lama rasanya semakin sedih. Bukan soal aku ingin kembali menjadi seseorang yang ada di sampingnya, hanya saja rasanya sedih karena semua hanya tinggal memori. Aku sedih, karena aku sudah terganti dan hanya menjadi memori. Aku hanya menjadi salah satu serpihan memori di masa lalu yang harusnya dilupakan.
Ketika perhatian yang dulu menjadi milikku, kini bukan lagi tentang aku.
Ketika candaan yang semula diperuntukkan bagiku, kini bukan lagi untuk aku.
Ketika pemeran utamanya seharusnya aku, kini bukan lagi aku yang diutamakan.
Aneh, rasanya. Jadi, ini rasanya patah lagi untuk kesekian kali. Ini rasanya ketika benteng pertahananku hancur sehancur-hancurnya untuk kesekian kali. Ini rasanya hanya hidup di masa lalu seseorang yang pernah menjadi harapan dan masa depan. Kini, aku sadar diri, bahwa aku sudah terganti.
Jadi, biarkan aku merasa lemah, dan izinkan aku untuk melupa untuk sementara.
Dari Senjakala (2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡