Yang trauma, bahagia.
Katanya.
Ketika hanya ada ketakutan dalam semestanya,
merenung dengan harapan luka bisa sembuh sendirinya.
Aku aminkan semua luka yang kamu rasa hanya sementara.
Kamu pernah merasa hingga akhirnya takut menjadi seorang perasa yang selalu berharap bisa bagikan bahagia untuk semesta? Kamu pernah mencoba hingga akhirnya menyerah karena takut melihat masa depan yang melulu dihancurkan oleh mereka yang mengaku paling paham segalanya? Kamu pernah berusaha hingga akhirnya semua menjadi fana sebab tak dapatkan dukungan yang semestinya? Kamu pernah berharap bisa selami hati hingga akhirnya kenyataan hampiri dan sampaikan bahwa tak ada pintu yang terbuka untukmu yang dianggap tak berarti?
Kali ini kebinasaan rasa cinta pada diri bukan karena semesta. Tidak akan bicara perihal semesta. Pemeran utama adalah mereka yang jantungnya bertaut denganmu. Tentang seribu pertanyaan yang diawali dengan kenapa dan masih diakhiri dengan tanda tanya, sebab tak ada satu pun yang bisa beri penjelasan sebagai jawaban. Bagai tabu untuk dijadikan percakapan, tak pernah dapatkan titik temu untuk akhiri segala gundah yang diharapkan hanya semu.
Bukan soal banyaknya pertanyaan yang berenang di kepalaku, tetapi bagaimana aku tidak pernah bisa memahami isi kepala mereka yang sudah bersama sekian lama, namun masih saja saling tunjuk saat emosi hampiri diri. Mengaku dewasa, padahal jelas sekali jiwa kanak-kanak yang buat mereka jadi bocah setiap marah. Mengaku paham dunia, padahal kenyataannya mereka hanya salah satu budak semesta yang tidak mampu hidupkan cinta sebagai pondasi keluarga. Perlahan aku mulai mempertanyakan; sebenarnya apa itu cinta? Ada benci, ada cinta, tetapi tetap bersama? Benarkah itu? Ada suara yang ditinggikan, ada air mata yang dikeluarkan, tetapi tetap berjalan berdampingan? Benar begitu? Jawab aku.
Terkadang aku hanya bingung. Aku tidak bisa pahami isi kepala mereka yang beri aku luka secara tidak sengaja. Aku yang semula pernah hancur hingga melebur, kini telah berhasil mendekap kembali serpihan hati yang berserakan. Namun, perlahan semestaku yang telah dikelilingi benteng pertahanan, lagi-lagi runtuh disebabkan oleh angin yang berembus terlalu kencang. Aku tahu isi kepalaku, tetapi tidak mereka yang selalu mengaku satu padahal beratkan pundakku dengan pilu. Aku selalu belajar untuk menjadi versi terbaik diriku. Aku berusaha untuk memahami isi kepala orang lain, tetapi hingga kini tak aku dapati sebagian kecil sedikit pun tentang isi kepala mereka.
Kenapa mereka tidak mau belajar? Belajar untuk ya sudahlah dan ya memang begitu. Kenapa harus ada sindiran yang sengaja diperdengarkan di depan buah hati yang bahkan belum bisa berdiri sendiri? Untuk apa pula ditegaskan di depan si kecil yang hanya lewat untuk minta disayang? Tidak pernah pikirkan setiap kata yang terucap dan setiap gerak yang dilaku bisa buat hatinya tersayat belati hingga tak mampu bangkit lagi? Tidak pernah pikirkan setiap takut yang ia rasa bisa buat trauma hingga tak mampu bahagia? Katanya buah hati, tetapi dianggap samsak tinju saat emosi. Tak ada layangan tangan, tetapi jiwa seperti tertampar setiap memori tentang hati yang terombang-ambing berputar dalam kepala yang diharapkan bisa pecah saja.
Seandainya boleh bicara dengan wajah yang berhadapan, aku tidak ingin bertanya lagi. Aku hanya ingin sampaikan beberapa hal yang sudah aku rangkum sedemikian rupa supaya tidak ada hati lain yang terluka selain milikku. Tak apa, jika aku yang dibebani dengan begitu banyak emosi yang meluap saat tak sanggup tahan diri. Tak apa, jika aku ikut mendengar sumpah serapah yang dilayangkan kepada masing-masing. Tak apa, jika aku sengaja dijadikan orang tengah walaupun tak dianggap ada dan tak dibiarkan buka suara untuk sekadar melerai. Tak apa, jika hatiku disayat belati tak kasatmata walaupun semestaku runtuh dan kini menjadi abu-abu. Tak apa, bukan masalah. Sejak kecil, aku sudah belajar untuk menerima segala luka tanpa mempertanyakan alasan yang seharusnya dijadikan jawaban atas segala pertanyaan. Namun, aku hanya minta satu hal dari yang mengaku lebih dewasa dan paham segalanya. Tolong doakan, semoga segala luka bisa sembuh sendirinya. Semoga yang trauma bisa bahagia.
Salam hangat,Senjakala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah membaca tulisanku ♡